Posts

Maaf

Image
Hari itu rumah seorang kawan gempar, istrinya menemukan bekas gincu di celana dalam suaminya. Noda merah di atas katun putih menolak luntur, saat istrinya mengeluarkan kain bersih dari dalam tabung mesin cuci. “Aku minta diceraikan, atau aku yang menggugat cerai kalau kamu tidak mau. Selama mengurus perceraian, silakan tinggalkan rumah.” Katanya dingin kepada suaminya lewat telepon. “Apa pun keputusanmu saya terima, tetapi jelaskan dulu mengapa?” Jawab suaminya kebingungan di seberang telepon. “Kamu belum mau mengaku? Oh. Aku lupa, doktrin para suami, jika kedapatan berbuat salah, jangan akui di depan istrimu apa pun yang terjadi.” “Saya belum tahu salahku apa.” “Kalau ini terjadi sebelum kita menikah, sebelum terikat komitmen apa-apa, mungkin bisa aku terima dan maafkan. Bekas gincu di celana dalammu menunjukkan kalau aku dan kamu tidak lagi hidup di bumi yang sama.” Katanya lalu menutup telepon dengan pipi yang basah oleh air mata. Kami dan semua kerabatnya yang berusaha mendamaikan

Kalimat ‘Haram Hadir Kecuali Dia’ yang Kami Pahami

Image
Tidak ingat lagi kapan tepatnya mulai mengenal kalimat “Haram Hadir Kecuali Allah”. Barusan atau sudah lama, sama saja bagi yang masih hidup dan mau mengambil pelajaran. Pengetahuan dan pemahaman tidak selalu harus mengikuti garis waktu. Kalimat ini lebih sering terdengar di majelis tarekat, diskusi para penikmat tasawuf dan para pejalan sunyi, atau di kajian para guru mursyid. Sungguh, awalnya kami menolak dan tidak sependapat. Terlalu ‘Wihdatul Wujud’ mirip ajaran Al Halaj dan Syekh Siti Djenar, yang rentan merusak akidah jika tidak dipahami dengan baik dan benar, terjebak menuhankan diri. Belum lama pemahaman yang menautkan ‘haram hadir kecuali Allah’ dengan ‘Wihdatul Wujud’ terkoreksi, lalu mengurai kejadian-kejadian lama ke satu benang merah. Ternyata tidak serumit itu setelah mengalami sesuai porsi kecil kami. Alhamdulillah. Tanpa sadar, beberapa kali telah dan sedang mengalami kondisi ‘haram hadir kecuali Allah’, terutama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 1995 kami mengikuti a

Film "Losmen", Kenangan dan Masa Depan

Kemarin (akhirnya) menonton “Losmen” (2021) film layar lebar yang mengadaptasi serial televisi “Losmen Bu Broto” yang dulu tayang di TVRI pada tahun 80an.  Dua hari lalu “Losmen” masih tayang di XXI MP dan XXI Nipah, kemarin sisa Nipah, sepertinya sebentar lagi turun. Buruan kalau belum nonton.  Nonton pukul 18.30 Wita, awalnya cuma berempat di Studio 5, seorang di belakang (A8) juga sendirian, saya di B8. Di C8 dan C9 ada sepasang suami istri. Sekitar 5 menit tayang, menyusul 3 penonton lagi, total bertujuh di bioskop. Datang tidak membawa ‘gelas kosong’, bukan membawa referensi kisah dan interpretasi serial televisi “Losmen Bu Broto” di TVRI. Namun, kenangan menonton nyaris tidak melewatkan satu episode "Losmen Bu Broto" dari 35 episode sehabis "Dunia Dalam Berita" di TVRI dari tahun 1986 sampai tahun 1989.  Sehabis menonton “Dunia Dalam Berita” dengan Bapak, biasanya uni Iim segera memanggil bergabung dengannya dan Bapak di ruang tengah, “Main mi Losmen An!”. Kam

Kenikmatan, Kesenangan, dan Kebahagiaan

Image
Beberapa manusia yang memiliki ikatan rasa dan moral yang baik dan mendalam dengan sesama ciptaan lain, biasanya mengetahui kapan waktunya meninggalkan orang-orang atau makhluk lain yang tulus mereka cintai, tanpa pamrih, dan tanpa niat.  Entah sadar atau tidak sadar, mereka biasanya membuat semacam pertanda, atau simbol perpisahan. Terkadang berupa kalimat singkat, berkunjung ke dalam mimpi, atau sampai menuliskan pesan khusus, seperti kisah berikut yang belum sempat kami periksa kebenaran kisahnya, tetap kami jadikan bagian dari pembuka tulisan lepas ini, karena mengandung pesan yang senuansa. Seperti biasa, seorang guru di sekolah dasar di Jepang, sebelum murid-muridnya meninggalkan kelas, ia menuliskan tugas untuk diselesaikan di papan tulis setelah kelas kosong. Bunyi tugas untuk siswa-siswanya yang ia cintai, menyadari waktunya meninggalkan dunia sudah dekat, kira-kira begini: “PR Terakhir. Tidak ada batas waktu. Jadilah orang yang bahagia. Saat kalian mulai mengerjakan tugas ini

Catatan Acak Halaman 47

Alhamdulillah, masih diberi kesempatan memperbaiki kesalahan dan keburukan di masa lalu saat usiaku memasuki 47 tahun. Bersyukur mengambil keputusan tepat bulan lalu, memindahkan pikiran dan perasaanku ke cakrawala yang berbeda dengan ekosistem beracun nan manipulatif sampai dengan tanggal 19 Desember 2020, bermain-main dan mempermainkan hidupku sembari tetap menjaga wasiat mendiang ibu, mengambil pelajaran dan dijadikan pelajaran. Belum genap sebulan, banyak hikmah baru yang bisa kupungut sekeluar dari sana. Beberapa diantaranya yang masih ingat dan bisa menjadi topik dalam draf 2021, dan semoga pembacanya kelak bisa mengambil hikmah yang sama, atau bahkan lebih.  Poin-poin berikut bisa menjadi pokok-pokok tulisan: #1. Termasuk ciri utama melakukan kebaikan atau sesuatu dengan niat Lillahi Ta'ala, ketika perbuatan baik tersebut hanya membutuhkan apa yang memang milik Allah Ta'ala yang sedang dititipkan untuk dimanfaatkan dan membuat hidup kita bermanfaat.  Melakukan kebaikan

Semoga Tahun Depan, Bukan Tahun 2020 seri II

Image
  Pelaut di Pelabuhan Paotere Makassar 2013 Rasanya baru kemarin melayat ke rumah kawan SMA di Makassar yang berpulang tanggal 3 Februari 2020 karena komplikasi jantung koroner dan asam lambung, tahu-tahu sudah di penghujung tahun 2020, bulan Desember. Satu dari beberapa tanda akhir zaman, waktu berlalu begitu saja tanpa terasa. Akhir zaman dalam sudut pandang orang beragama (Islam) maupun dalam konteks ilmiah yang disebut sebagai kepunahan massal, kedua perspektif tersebut sedang sepakat dengan indikatornya masing-masing, kita sedang menuju ke sana dan upaya ilmuwan maupun agamawan untuk mencegah (lebih tepat menunda lebih lama, karena yang memiliki awal pasti berakhir) belum menampakkan dampak signifikan. Pandemi COVID-19 hanya meredam sejenak kerusakan alam di laut, darat, dan udara. Sebagai seseorang yang beragama Islam, setidaknya bisa bersyukur masih ada waktu segera bertobat, mumpung belum semua pertanda telah terjadi, dan sebagai manusia yang menjadikan cara berpikir ilmiah seb

Seperti Kemerdekaan, Kebahagiaan Pun Bisa Dipasung

Image
"Jual-beli (kemerdekaan) anak ayam di depan sebuah sekolah, Makassar 2014" Tulisan pertama dari beberapa seri bertema #kemerdekaan dan #17an. Tambahan Referensi, arti 'merdeka' menurut KBBI): Agar tidak terjebak euforia absolutisitas semu ‘kebahagiaan dan kemerdekaan’, selain menyarankan referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baik kalau pernah membaca buku “The Black Swan”, tulisan ekonom Nassim Nicholas Thayeb, yang menurutku berhasil memenangkan gugatan intelektual atas “White Swan” yang selama beberapa dekade, putih diyakini sebagai satu-satunya warna bulu angsa sampai ditemukan angsa berbulu hitam di Australia.  Muslim yang sering membaca surah ‘Al Ikhlas’ dan memahami nuansa ketauhidan di sana, rasanya tidak perlu membaca ‘The Black Swan’ jika hanya untuk memahami ketidak-absolut-an dunia.  Penegasan bahwa Allah Ta’ala tidak dapat diserupai dan menyerupai apa pun, juga menekankan selain Tuhan semuanya tidak absolut. Mesti berpasang-pasangan, selalu ad