Posts

Showing posts from June, 2014

Derajat

Setahuku, dalam Islam hanya ada dua hal yang bisa mengangkat derajat manusia di mata Tuhan. Pertama Ilmu, kedua Iman. Paduan keduanya bila berupa laku, bisa disebut amal (perbuatan). Saya sendiri masih heran, mengapa poin amal tidak digolongkan sebagai sesuatu yang bisa mengangkat derajat kita di mata Tuhan dalam ayat yang sama. Mungkin karena dalam perbuatan terkandung niat. Dalam hubungan horizontal, "ilmu" atau knowledge bukan hanya menjadi faktor 'pengangkat derajat' di mata Tuhan, tapi juga dalam hubungan antar sesama manusia. Siapa yang tidak menaruh hormat pada Enstein, Newton, Al Gebra, Ibnu Sina, penemu cireng, sapu lidi dan lain-lain? Ilmu mereka bermanfaat bagi sesama. Sedangkan perbedaan derajat di mata Tuhan yang bersifat vertikal dan personal, tolok ukurnya "iman", sebaiknya ini jangan saling mengukur apalagi menilai, hanya Tuhan yang tahu. Apapun keyakinan yang menjadi pilihan seseorang untuk diimani. Bukan apa-apa, biasanya yang terl

Pusat Data Berbasis Komunitas

Ada yang salah dengan engineer (atau hanya saya saja?) bila bertemu masalah teknik dan teknis, pertanyaan yang paling pertama terpikirkan kok: "Dimana bisa membeli alat sesuai kebutuhan? Bukan bagaimana membuat alat yang dibutuhkan?" Dari perancang, tenaga teknis ahli hingga pekerja kita punya. Sisa mencari grafik ideal antara target pencapaian pekerjaan dengan pemberdayaan. Kemarin masih 'iseng' membuat rancangan topologi dua titik kamera pengamat, jadi makin 'iseng' ketika diberi tahu, harus expand-able, surveillance bisa dikembangkan mengamati daerah seluas yang diinginkan pengguna di masa datang. Kalau hanya memikirkan bagaimana merancang bangun sistem secara keseluruhan, pilihan teknologi dan alat, sudah selesai. Pertanyaan berikutnya, siapa yang akan merawat? Adakah pemakai memiliki sumber daya manusia untuk merawat? Bagaimana layanan purna jual dari alat-alat terpilih untuk digunakan? Belum juga jadi, sudah ribet sendiri. Sudah semestinya, ribet janga

Nagabonar, Bujang dan Lukman*

* kutipan adegan film Nagabonar “Tidak terima aku bang. Masak pangkat aku kopral? Sementara si Lukman abang beri pangkat mayor. Kurang apa pengabdian aku pada abang!” protes Lukman pada Nagabonar saat pembagian pangkat. Sebelum pasukan Nagabonar bertemu untuk berunding dengan pasukan Belanda yang dipimpin oleh seorang Kolonel. Mereka sudah bersiap-siap, termasuk dengan membagi-bagikan pangkat agar tidak dipandang sebelah mata oleh pasukan belanda. Pasukan Nagabonar hanya sekumpulan gerilyawan tanpa pendidikan dan pangkat formal ketentaraan. “Semua keperluan abang dan emak abang aku yang urus, sementara si Lukman sibuk dagang beras, mengambil untung tapi tidak masuk ke kas pasukan. Minimal pangkatku sejajar si Lukman.” “Heh Bujang! Jangan kau suruh lagi aku protes si Lukman, bisa habis pangkatku diturunkannya. Tadi aku minta pangkatku marsekal biar enak disebut orang-orang kampung, itu si Nagabonar, marsekal lubuk pakam, malah diturunkannya jadi jendral. Kalau kuprotes lagi pang

Politisi Sambilan

Pada akhirnya, beda antara pengangguran dengan orang sukses, bukan banyaknya waktu luang, tapi waktunya dipakai untuk apa. Salah satu definisi orang sukses yang pernah kubaca: mereka yang memiliki banyak waktu luang untuk melakukan apa saja yang mereka sukai. Ada yang malas-malasan depan stereo-set sambil baca buku, ada yang traveling, dan berbagai kesenangan lain yang tidak sempat mereka lakukan saat mengejar kesuksesan. Beberapa yang beruntung, kesenangan mereka yang mengantarnya mencapai definisi-definisi kesuksesan. Pernah baca kisah, tentang eksekutif sukses yang punya banyak waktu luang. Di suatu kesempatan, dia memutuskan traveling ke kampung halaman ibunya di kaki gunung. Sudah tidak ada apa-apa. Rumah, sawah dan kebun warisan kedua orang tuanya sudah dibagi rata untuknya dan saudara-saudara. Ia menumpang menginap di rumah salah seorang petani yang masih kerabat jauh ibunya. Usai subuh setiap hari, pak tani sudah berangkat ke sawah. Tidak sempat menemani minum teh panas dan sa

Hujan Bulan Sya'ban **

** tadinya mau diberi judul "hujan bulan Juni" batal karena belum ijin penulis puisi tentang hujan yang pandai merahasiakan rintik rindu, Sapardi Djoko Damono. Lagian menurut penanggalan Hijriah, sekarang masih Sya'ban, belum Syafar. Rasanya bukan cuma saya yang merasa bila hujan beberapa tahun terakhir ini lebih sensitif dari sebelumnya. Alam nampak menyatu kembali dengan beragam aktifitas manusia. Teguran dan koreksi alam nampak lebih spontan tidak butuh waktu lama. Ada yang berhasil membuat penjelasan ilmiah dan masuk akal, anomali cuaca ini karena efek pemanasan global. Bagiku terasa sebagai gerak alam mencari keseimbangan baru, menyesuaikan diri dengan tingkah polah manusia. Alam nampak menegaskan diri bahwa posisinya sejajar dengan manusia, sesama ciptaan. Manusia mungkin menerima mandat sebagai khalifah di muka bumi, mandat yang ditolak gunung dan lautan, tapi alam juga menerima mandat untuk menjalankan hukum alam. Posisi kekhalifaan manusia kembali pada tempat

Apapun Itu, Bukan karena Benci

Saya termasuk yang meyakini, bahwa satu tindakan kecil kita bisa mengubah semesta ke arah yang lebih baik atau buruk, termasuk dengan sekalimat, sekata. Mengubah semesta mungkin masih terlalu jauh, yang paling pasti dan tidak butuh waktu lama, efeknya ke jiwa dan badan kita. Coba, sebelum memulai mengumpat, memfitnah, mengumbar aib orang (meski sambil ketawa-ketiwi menghitung bayaran mungkin) ukur tekanan darah dan kandungan zat yang bisa menjadi indikator kesehatan, lalu bandingkan setelah mengumpat, memfitnah dan membenci. Di bawah mikroskop, kristal air berubah buruk bila dimaki dan menjadi indah ketika diselamati. Mungkin karena meyakini teori "kepakan sayap kupu-kupu di Amazon bisa menjadi penyebab badai di California beberapa bulan kemudian", mungkin juga karena alam semesta selama ini bertahan bermilyar tahun dengan reaksi berantai, baik dalam skala 'universe' hingga skala 'atom'. Para penyebar fitnah, para pembuka aib sedang mengambil posisi berd

No Enemies Games

Sudah bulan Sya'ban, sebentar lagi Ramadan. Sya'ban dan Syawal dua bulan yang sering dipakai khusus buat maaf-maafan dan menjalin silaturrahim *ngeles syariah*. Menurut syariat Islam, telah tercatat segala kejadian-kejadian di dalam Lauh Mahfuzh, dari permulaan zaman sampai akhir zaman. Baik berupa kisah nabi dan rasul, azab yang menimpa suatu kaum, pengetahuan tentang wahyu para nabi dan rasul, tentang penciptaan alam semesta dan lain-lain. Sekalipun jika kita tidak melihat segala sesuatu, semua itu ada dalam Lauh Mahfuzh. Mungkin serupa jejak rekam DNA. Pernah diajarin guru ngaji yang memuliakan bulan Sya'ban dengan ibadah-ibadah sesuai sunnah, pada bulan ini jalan hidup anak manusia di Lauh Mahfuzh bisa ubah bila dikabulkan Tuhan usai bermohon secara khusus. Wallahu'alam.