Posts

Showing posts from August, 2014

2 Potong Roti

Pernah baca kisah tentang seorang ahli ibadah yang hidup wara' dan tawadhu. Makan dan minum baginya sudah bukan lagi soal rasa, apa lagi penyajian. Selama apa yang dimakannya sudah cukup memberi energi seharian untuk beribadah, dia berhenti makan. Dua potong roti saja untuk seharian. Untuk dua potong roti, setiap hari dia bekerja dari pagi sampai petang. Malam hingga subuh untuk ibadah. Sudah semestinya, hidup wara' dan tawadhu bukan berarti mengemis. Dia fakir di hadapan Tuhan bukan di hadapan manusia. Suatu sore sepulang dari bekerja di pasar, sang fakir begitu kelelahan hingga melewatkan satu waktu shalat, ketiduran. Penuh sesal dia menggumam, seandainya saya tidak perlu bekerja untuk dua potong roti, ibadahku akan selalu terjaga. Keesokan harinya dalam perjalanan menuju ke pasar, sang fakir ditangkap pasukan kerajaan untuk sebab yang tidak bisa dibantahnya. Sang fakir pasrah digelandang ke penjara. Di dalam penjara, secara teratur semua tahanan mendapat dua potong r

Kuatir

"Engkau lebih membutuhkan maaf dan kesabaran Allah ketika engkau berbuat taat, melebihi kebutuhanmu ketika engkau berbuat maksiat." Hikmah ke 143 ~ Al-Hikam Secara keseluruhan khutbah Jum'at tadi bagus, tentang kemana mestinya meminta maaf untuk setiap kesalahan. Bila kesalahannya vertikal, maka bisa langsung memohon ampunan pada Allah, bila kesalahan kita ada pada hubungan horizontal antar sesama manusia dan mahluk, ampunan Allah tergantung maaf dari mahluk lain yang kita sakiti. Bila tidak dimaafkan, maka amalan baik yang menyakiti akan ditambahkan kepada yang disakitinya, bila perlu juga dosa yang disakiti dipindahkan pada yang menyakiti, hingga timbangannya adil. Ibadah formal yang sempurna, seperti shalat, puasa, zakat dan haji bisa tertunda hisab bahkan terkali nol oleh beberapa sebab, sambung khatib. Di antaranya mencaci orang tanpa sempat meminta maaf, memakan harta orang lain dengan cara-cara terlarang. Khatibnya semangat sekali. Koruptor jangan besar kepal

Sedekah

Barusan belajar mengenali perbedaan dua jenis sedekah yang pernah kulakukan. Mau kubagi, dengan harapan jadi punya pembanding bagaimana keadaan ketika 'sedang ditugaskan' untuk ke suatu tempat, bertemu seseorang yang sudah menunggu sejak pukul empat sore. Tanpa saling kenal satu sama lain. Situasi ini tidak istimewa sama sekali, sama biasanya dengan sedekah itu sendiri, yang diam-diam maupun terang-terangan. Karena saya percaya, setiap manusia adalah 'petugas Tuhan' yang tugas sebenarnya berbagi kebaikan. Atau dengan bahasa sok ilmiah, sedekah itu sekedar menjalankan hukum alam yang selalu mencari keseimbangan, yang berkelebihan dengan sendirinya mengalir pada yang sedang kekurangan, terpaksa atau sukarela. *** Sedekah dalam konsep agama dijanjikan balasan yang berlipat ganda. Ada yang langsung diterima di dunia, ada yang nanti setelah mati. Sedekah dan kebaikan dimisalkan bagai memiliki pohon bercabang 70, tiap cabang beranting 70 dan tiap ranting berbuah manis.

Causa Prima

Jauh sebelum manusia pertama Adam dicipta, semesta sudah lebih dulu tercipta lengkap dengan aturan dan hukum alamnya. Setelah manusia mulai beranak-pinak, bumi dan alam raya yang tadinya sejajar sesama ciptaan dengan manusia, di mata manusia 'turun peringkat' menjadi 'resources', sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. Bagi alam bukan masalah diposisikan sebagai 'sumber daya' atau sebagai 'mitra' manusia. Lakukan apa saja yang manusia suka, toh alam hanya patuh pada hukum alam. Keseimbangannya boleh dirusak, alam tetap akan menemukan keseimbangan baru. Baru masalah bila sudah terlalu timpang, hingga alam tidak lagi bisa mencapai keseimbangan. Manusia dan alam raya sebagai sesama ciptaan, sesama energi, sesama massa yang menempati ruang dan waktu, semua terikat hukum alam, mulai dari hukum gravitasi, hukum aksi-reaksi, hukum kekekalan energi dan lain-lain. Hukum alam yang mengikat ciptaan, juga berlaku pada sesama manusia. Ala