Posts

Showing posts from July, 2014

Fakta atau Fiksi, Agama untuk Anak-anak

Mungkin kepagian kalau menulis tentang ini, melamar saja belum, apalagi punya anak. Ini gara-gara membaca hasil penelitian yang menarik kesimpulan (sementara) bahwa anak yang religius cenderung sulit membedakan mana fakta dan mana fiksi. Artikel lengkapnya di sini . Definisi-Definisi Saya mengambil definisi religius, sekuler, fakta dan fiksi mengikuti artikel hasil penelitian tadi. Religius adalah anak-anak yang disekolahkan di sekolah agama dan atau di sekolah umum namun aktif ke tempat ibadah formal, dan sekuler adalah anak-anak yang sekolah di sekolah  umum dan tidak aktif ke tempat ibadah formal. Fakta adalah kisah yang tidak memuat keajaiban dan keilahian. Fiksi adalah dongeng dan kisah yang memuat keajaiban juga keilahian. Penelitian itu jangan disikapi sebagai serangan ilmu pengetahuan terhadap agama, postinganku juga bukan bentuk bantahan atas hasil penelitian tadi. Saya hanya mau bercerita bahwa mempercayai keajaiban (kalau perlu kehilangan akal sehat) itu asyik, apalagi

Siang Seribu Bulan

Aku memaknai Laitaul Qadr sebagai hari yang penuh hikmah di bulan ramadan. Hikmah yang tidak habis dituturkan hingga beribu-ribu bulan sesudahnya. Toh dengan definisi 'nyeleneh', rasanya baru dua ramadan dalam hidupku yang siang harinya bermakna beribu bulan. Pertama kali merasakan siang beribu bulan beberapa tahun silam, pada suatu siang di Palu sepulang melakukan perawatan rutin di menara-menara infrastruktur IT berdua Mustafa, ban sepeda motor kami bocor. Sedang menunggu ban selesai ditambal, melintas bapak tua pemulung kayu bongkaran bangunan, jalan nyeker di aspal panas tengah hari bolong. Mustafa teknisi spesialis menara-menara tinggi menunjukkan padaku, kaki orang tua tanpa alas kaki itu ringan saja berjalan tak merasa kepanasan. Menawarkan sendal yang kupakai, dia bilang untuk sendal bekas seperti punyaku dia punya uang untuk beli, "Berapa harganya?" Kupaksa supaya mengambil gratis sendalku, akhirnya bapak itu mau. Nanti setelah membeli sendal baru

Epik

Rasa-rasanya hanya soal 'cinta' yang tidak bakal kehabisan 'epos' atau keping kisah dari cerita yang tidak berkesudahan. Saya jadi bisa memandang dengan sudut pandangku sendiri, sudut pandang suka-suka tentang pilpres, gara-gara pulang dari Bambu Apus numpang taksi yang mutar radio GenFM sebelum Argentina-Belgia dimulai, tepat sesudah debat calon presiden. Nama sopirnya pak Ujang Taruna, kalau makan sate mesti bawang gorengnya banyak. Lagu terakhir sebelum acara tebak-tebakan skor bola yang sudah mau mulai, kebetulan lagu yang lagi kepengen kudengar, jangan tanya siapa penyanyi atau apa judul lagunya. Epik pertama. Pak Ujang ngerti aja, jendela ditutup AC dikencengin, biar asyik dengar lagunya. Bonus wangi bawang. Mereka yang sering membaca atau mengutip Jalaluddin Rumi, Rabi'ah Al Hadawiyah, Ibn Arabi dan lain-lain mesti tidak asing dengan pemikiran mereka, tentang 'cinta' yang agung, haru tak cengeng. Karena lagu itu, jadi kepikiran bagaimana bila

Pilihan

Hanya capres, caleg, cabup dan calon-calon lain yang berjiwa besar hingga 'merelakan' dirinya menjadi opsional, menjadi pilihan. Kecuali calon kekasih, bakal teman hidup, perempuan maupun laki, tidak mau jadi opsional. Saya atau tidak usah sekalian, biasanya begitu. Menjadi pemimpin negara, atau daerah memang butuh nyali, meski belakangan dari beberapa pileg dan pilkada, agak bergeser pengertian nyali. Dari berani menanggung amanah dan tanggung jawab besar, menjadi berani merasa mampu amanah. Karena tahu bagaimana beratnya pergulatan batin ketika menjadi opsi, saya akan memilih pada Pilpres 9 Juli nanti. Itu kalau bisa memilih dengan KTP berbeda dengan domisili sekarang. Kemarin mau cari kartu A5 biar bisa nyoblos, tapi belum ketemu kantor KPUD terdekat. Karena pernah punya pengalaman bagaimana membebaskan diri dari posisi 'pilihan', mungkin bisa membantu para pemilih, bila pilihannya ternyata tidak menjadi pengumpul suara terbanyak 9 Juli nanti. Pertama, jangan p