Epik

Rasa-rasanya hanya soal 'cinta' yang tidak bakal kehabisan 'epos' atau keping kisah dari cerita yang tidak berkesudahan.

Saya jadi bisa memandang dengan sudut pandangku sendiri, sudut pandang suka-suka tentang pilpres, gara-gara pulang dari Bambu Apus numpang taksi yang mutar radio GenFM sebelum Argentina-Belgia dimulai, tepat sesudah debat calon presiden.

Nama sopirnya pak Ujang Taruna, kalau makan sate mesti bawang gorengnya banyak. Lagu terakhir sebelum acara tebak-tebakan skor bola yang sudah mau mulai, kebetulan lagu yang lagi kepengen kudengar, jangan tanya siapa penyanyi atau apa judul lagunya. Epik pertama. Pak Ujang ngerti aja, jendela ditutup AC dikencengin, biar asyik dengar lagunya. Bonus wangi bawang.

Mereka yang sering membaca atau mengutip Jalaluddin Rumi, Rabi'ah Al Hadawiyah, Ibn Arabi dan lain-lain mesti tidak asing dengan pemikiran mereka, tentang 'cinta' yang agung, haru tak cengeng.

Karena lagu itu, jadi kepikiran bagaimana bila saya coba memandang para kandidat adalah para pecinta yang mencoba merayu kekasih yang sama mereka cintai, mau memilihnya? Bagaimana bila ternyata salah seorang dari mereka terpilih untuk melalui jalan agung, mencintai dengan merelakan?

Berlebihan mungkin. Kalau dipikir-pikir tidak juga. Sahur dulu ah.


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat