Terima Kasih

Puncak Gunung Talang, Solok, Sumatera Barat (Mei 2015) Dalam kurun waktu dua puluh tahun, tidak banyak yang bisa aku pahami tentang ‘dunianya yang baru’, dunia yang ia bangun di dalam kepala dan perasaannya sendiri. Tanpa pintu masuk, hanya jendela yang sesekali ia buka kepada ‘dunia luar’ sejak tahun 2005 hingga berpulang di tahun 2025. Pembuluh darah vena di kedua kakinya tersumbat akibat minim aktivitas fisik. Puluhan literatur fiksi dan non-fiksi yang aku kumpulkan di era pra-AI hampir tidak membantu sama sekali. Kecuali satu, mereka yang memutuskan --sukarela atau dipaksa keadaan-- memasuki dunia tersebut, mungkin memang bukan untuk dipahami (ingin memahami karena diam-diam berharap kelak bisa kembali hidup ‘normal’ di dunia yang kita anggap ‘normal’), hanya butuh diterima, tanpa label, tanpa stigma, dan tanpa syarat. Mendiang guru mengaji yang berhati lembut menangkap kegelisahanku, menyempatkan diri berkunjung ke rumah menjenguk kakak. Kata beliau, “Kakakmu tidak sakit, ia ...