Anak Kanak
Anak kecil itu bagai kertas putih yang bersih, orang tua dan lingkungannya tumbuh menjadikannya berwarna - Hadits (kalau tidak salah ingat)
Semalam habis corat coret storyline bakal buku lainnya. Lagi hobi numpuk draft, biar pas sekali ada waktu dan energi menulis, bingung harus mulai dari yang mana, jadi gak bisa mikir apa-apa kecuali nulis :D Idenya gara-gara membatin komentari pemandangan depan mata di tempat ngopi dalam hati, dua orang dewasa yang lagi bertengkar (sepertinya). Ribut muluk, kayak orang dewasa di Indonesia aja..
Jadi teringat hadits di atas. Kita mungkin belum jadi orang tua, yang kelak dan akan membesarkan anak, tapi kita pasti bagian dari lingkungan anak-anak di sekitar kita, yang ikut memberi mereka warna.
Tiap warna yang kita berikan, bila itu membuat mereka bahagia dan tersenyum (bahagianya dalam konsep jangka panjang maksudnya, bukan se-instan anak nangis minta permen terus dikasih duit, karena ada juga cinta yang merusak), rasanya semakin banyak memberi warna, malah semakin semurni kanak-kanak, sebelum direcoki logika dan konsep benar-salah, untung-rugi, baik-buruk, gengsi dan lain-lain. Iya, ternyata kita orang dewasa yang ngenalin kepolosan anak-anak dengan semua konsep tadi.
Hidupku ya kayak gitu juga. Kepolosan masa kanak-kanak diwarnai, oleh orang lain dan diri kita sendiri, hingga ke suatu titik, ingin kembali "murni" sebelum "pulang", ada juga yang keterusan ngasih warna, berupa apalah yang membuat kita nampak lebih atau beda dari orang lain agar berasa punya "identitas", yang seringkali malah ingin kita tanggalkan, tapi keburu menjadi diri kita. Wallahu'alam..
Semalam habis corat coret storyline bakal buku lainnya. Lagi hobi numpuk draft, biar pas sekali ada waktu dan energi menulis, bingung harus mulai dari yang mana, jadi gak bisa mikir apa-apa kecuali nulis :D Idenya gara-gara membatin komentari pemandangan depan mata di tempat ngopi dalam hati, dua orang dewasa yang lagi bertengkar (sepertinya). Ribut muluk, kayak orang dewasa di Indonesia aja..
Jadi teringat hadits di atas. Kita mungkin belum jadi orang tua, yang kelak dan akan membesarkan anak, tapi kita pasti bagian dari lingkungan anak-anak di sekitar kita, yang ikut memberi mereka warna.
Tiap warna yang kita berikan, bila itu membuat mereka bahagia dan tersenyum (bahagianya dalam konsep jangka panjang maksudnya, bukan se-instan anak nangis minta permen terus dikasih duit, karena ada juga cinta yang merusak), rasanya semakin banyak memberi warna, malah semakin semurni kanak-kanak, sebelum direcoki logika dan konsep benar-salah, untung-rugi, baik-buruk, gengsi dan lain-lain. Iya, ternyata kita orang dewasa yang ngenalin kepolosan anak-anak dengan semua konsep tadi.
Hidupku ya kayak gitu juga. Kepolosan masa kanak-kanak diwarnai, oleh orang lain dan diri kita sendiri, hingga ke suatu titik, ingin kembali "murni" sebelum "pulang", ada juga yang keterusan ngasih warna, berupa apalah yang membuat kita nampak lebih atau beda dari orang lain agar berasa punya "identitas", yang seringkali malah ingin kita tanggalkan, tapi keburu menjadi diri kita. Wallahu'alam..