Cinta Yang Merusak

Sejak Maret 2007 kami menempati kantor baru, di Gedung Islamic Center yang sebelum kami rehab kecil-kecilan kondisinya seperti tempat jin buang hajat, sekarang udah mirip kantor beneran.

Ternyata sebelum kami tempati gedung ini juga tempat kucing beranak, hari pertama setelah rehab selesai ada 5 anak kucing yang selalu ninggalin oleh-oleh setiap pagi di pojok-pojok ruangan. Dari 5 anak kucing itu cuma satu yang berhasil lolos kompetisi dan seleksi alam untuk bertahan hidup, jadilah dia maskot kami. Namanya si Belang karena warnanya yang belang tiga. Foto di atas bukan foto dia, gak nemu aku simpan dimana file foto dia.

Belang ini kucing idola di lingkungan kantor. Sudah pernah melahirkan 3 kali, tapi anak-anaknya nggak satupun yang bisa bertahan hidup, yang unik dari 3 ekor anaknya terakhir masing-masing memiliki warna khas, ada yg warna hitam legam, ada yang cuma kuping dan ekornya yang hitam lainnya putih dan ada yang warna kuning bergaris-garis cokelat dan ternyata warna ketiga anaknya itu mewakili warna tiga ekor kucing jantan yang biasa kencan dengan si Belang di belakang kantor.

Belang ini diangkat saudara oleh si Mus --salah satu karyawan di kantor-- sejak masih bayi. Begitu sayangnya Mus pada si Belang sampai sudah tidur sama-sama, makan sama-sama, dan sama-sama tidak suka mandi. Pokoknya apa yang Mus makan itu juga yang Belang makan. Dan dimana Belang buang hajat disitu Mus kena semprot satu kantor. Pokoknya cinta dan kasih sayang Mus pada si belang sudah tidak bisa diragukan lagi kemurniannya 100% deh.

Disinilah aku belajar tentang satu hal, ternyata cinta Mus pada si Belang yang sepenuh hati malah membuat Belang rusak kepribadiannya dan kehilangan naluri kebinatangan. Sejak bayi Mus dan Belang selalu makan bersama, tiap kali Mus makan, Belang ikut makan. Mus makan ayam, belang dapat dagingnya sedang tulang, sayur dan nasinya buat Mus. Ini berlangsung sampai belang berusia 1 tahung setengah, usia dimana seekor kucing mestinya sudah bisa mencari makan sendiri. Si Belang tidak begitu. Pernah ada sebulan lebih kantor berhenti langganan rantangan, jadi semua karyawan makan di luar pas jam makan siang. Mestinya dalam sebulan itu si Belang sudah bisa nyari makan sendiri dari lingkungan perumahan dosen yang berada dekat kantor, tapi tidak. Belang dengan setia tetap menunggu Mus datang membawakannya makanan selama sebulan. Aku baru sadari bahwa Belang sudah kehilangan naluri "kucing garong" karena selama sebulan itu tidak ada kotoran si Belang di lingkungan kantor. Apa yang mau dia buang kalau yang masuk tidak ada? Kasihan si Belang.

Ternyata akibat cinta Mus yang luar biasa besar tapi tidak bisa terjaga konsistensi kelanjutannya karena dia sendiri kadang kesulitan kalau harus makan nasi dan sayur saja, si Belang adiknya sendiri menjadi rusak oleh cintanya.

Pelajaran moral: Bentuk cinta itu tidak mesti berupa kasih sayang, kelembutan, perhatian atau segala hal yang manis-manis lainnya. Boleh jadi cambukan, jeweran di kuping, itu "lebih cinta" dari perlakuan manis yang aku sebut tadi. Benar kata seorang kawan, "Bila aku terpaksa harus memberikan hukuman fisik pada anakku, aku tunggu sampai marahku reda tergantikan oleh cintaku yang memuncak barulah aku memberinya hukuman fisik..."

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat