Oleh-Oleh #1

Semasa hidup, orang tua bijak itu mengumpulkan murid-murid resmi, setiap malam minggu. Mungkin itu pula sebabnya ada syarat harus menikah dulu sebelum resmi belajar. Karena saya murid ilegal, belajarnya curi-curi, di antara urusan pekerjaan dengan anak mendiang. Mencari satu kalimat, bila kuucapkan akan 'menjebak' almarhum menjabarkan panjang lebar.

Beberapa yang teringat secara acak, coba aku tulis lagi. Semoga merekamnya dengan baik, tidak kurang, tidak lebih dan tidak ikut tafsiranku, kalau ikut semoga tak asal.

Pernah beberapa kali sengaja datang sembunyi-sembunyi menguping. Metode mengajarnya unik, kadang cuma sejam, kadang hingga berjam-jam. Pengantarnya selalu panjang, bisa gosip infotaimen, kelakar, perkembangan politik, sampai virus flu burung. Kupikir untuk sinkronisasi "gelombang" pikir dan rasa orang-orang yang hadir, agar berada di "frekuensi" yang sama dengannya. Inti pengajiannya, kalau ada 3 kalimat atau sekitar 27 kata sudah panjang sekali. Masih lebih enak 'kelas colongan' dari pada kelas resmi.


Berlembar-lembar risalah sengaja kubawa sebagai petunjuk jalan. Di depan sirath, huruf-huruf rontok tak bersisa.

Kalimat di atas tafsiran perilaku, bukan perkataan. Ketika sengaja kuperlihatkan buku terjemahan salinan pengajian Syekh AQJ, digantinya dengan buku petunjuk Shalat. Lebih parah, huruf saja tak ada, apalagi kata.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat