Bombong Kaluku**
**Bombong: anak/bakal buah kelapa yang terjebak dalam buah kelapa lain, biasanya sebesar jambu rasanya gurih, berwarna gading; Kaluku: kelapa (bahasa Makassar)
Banyak kenangan dan teladan tentangnya di masa kanak-kanak. Bisa dibilang pohon apapun yang kita panjat dan petik buahnya, rawa manapun yang kita ceburi untuk cari ikan kanjilo (sejenis Lele) atau ikan balebalang (sejenis ikan rawa mirip Kakap), selama berada di antara got besar dan gang satu di kampung Parang, masih tanah mendiang suaminya. Sikapnya yang penuh kasih jadi semacam "antidot" buatku yang lebih dulu mengenal karakter "tuan tanah" dari komik, yang biasanya kejam. Dari sekedar membolehkan kami main-main di kebunnya, hingga menyeberangkan jalan ke mesjid tempat belajar mengaji alif rateanna aa, alif rawanganna ii (alif berbaris atas aa, alif berbaris bawah ii). Mendiang punya banyak orang yang bisa ia suruh, tapi kalau urusan anak-anak, turun tangan sendiri.
"Belah kelapanya, airnya tampung di katoang (baskom), kalau ada bombong, jangan dimakan, simpan untuk Aan sama teman-temannya. Kita bikin pallu santang (masakan bersantan)." Mak Bunga cekatan mengatur pekerjanya habis panen kelapa (tahun 80an masih banyak kelapa di jalan Ratulangi bagian selatan Makassar). Kita yang masih kanak-kanak ikut membantu kumpulkan kelapa yang berserakan, dihadiahi bombong. Terkadang perempuan lebih sigap daripada jendral lapangan.
Orang rumah memanggil nenek dengan tambahan Emak, buat keluarga mendiang yang dari Makassar, beliau biasanya dipanggil Dato' Bunga. Pa'daengang atau nama Makassar yang ikut dengan beliau sejak akil balik Daeng Bunga, setelah bercucu bercicit, menjadi Dato'. Beliau berpulang tadi, selepas Isya, di usia 80 tahun lebih, dikabari salah seorang cucu jauhnya. Semoga jalan mak Bunga dilapangkan, hisabnya dimudahkan, dan diberi tempat layak disisi-Nya, aamiin..
Banyak kenangan dan teladan tentangnya di masa kanak-kanak. Bisa dibilang pohon apapun yang kita panjat dan petik buahnya, rawa manapun yang kita ceburi untuk cari ikan kanjilo (sejenis Lele) atau ikan balebalang (sejenis ikan rawa mirip Kakap), selama berada di antara got besar dan gang satu di kampung Parang, masih tanah mendiang suaminya. Sikapnya yang penuh kasih jadi semacam "antidot" buatku yang lebih dulu mengenal karakter "tuan tanah" dari komik, yang biasanya kejam. Dari sekedar membolehkan kami main-main di kebunnya, hingga menyeberangkan jalan ke mesjid tempat belajar mengaji alif rateanna aa, alif rawanganna ii (alif berbaris atas aa, alif berbaris bawah ii). Mendiang punya banyak orang yang bisa ia suruh, tapi kalau urusan anak-anak, turun tangan sendiri.
"Belah kelapanya, airnya tampung di katoang (baskom), kalau ada bombong, jangan dimakan, simpan untuk Aan sama teman-temannya. Kita bikin pallu santang (masakan bersantan)." Mak Bunga cekatan mengatur pekerjanya habis panen kelapa (tahun 80an masih banyak kelapa di jalan Ratulangi bagian selatan Makassar). Kita yang masih kanak-kanak ikut membantu kumpulkan kelapa yang berserakan, dihadiahi bombong. Terkadang perempuan lebih sigap daripada jendral lapangan.
Orang rumah memanggil nenek dengan tambahan Emak, buat keluarga mendiang yang dari Makassar, beliau biasanya dipanggil Dato' Bunga. Pa'daengang atau nama Makassar yang ikut dengan beliau sejak akil balik Daeng Bunga, setelah bercucu bercicit, menjadi Dato'. Beliau berpulang tadi, selepas Isya, di usia 80 tahun lebih, dikabari salah seorang cucu jauhnya. Semoga jalan mak Bunga dilapangkan, hisabnya dimudahkan, dan diberi tempat layak disisi-Nya, aamiin..