Why Should I?

Sudah pukul 4 pagi, sebentar lagi subuh. Masih sibuk denga tabel-tabel elektronik, menghitung rugi, apa masih bisa saling subsidi atau harus ajukan force major juga. Sudah dua minggu tidak ke pulau. Lima remaja berandal pengangguran, tetangga dekat rumah, sejak awal sudah aku libatkan, tetap tinggal di sana, selesaikan apa yang bisa selesai dengan sisa material.

Mereka ini mengagumkan. Tiga orang baru saja keluar dari penjara. Dua karena narkotika, satu karena curanmor. Dua dari mereka sering membuat haru diam-diam, bersyukur, hidup ini ada guna Tuhan. Mereka sendiri yang minta ikut, walau jadi buruh tanpa gaji, selama masih ada makanan dan rokok.

***

Sometimes I see your face, 
The stars seem to lose their place 
Why must I think of you?
Why must I? 
Why should I? 
Why should I cry for you? 
Why would you want me to? 
And what would it mean to say, 
That, 'I loved you in my fashion'?

Baru saja aku menanyakan itu pada Tuhan, "Why should I.." di ruang ICU, tapi Tuhan tak menjawab dengan kata. Terhenti mengolah angka-angka, masih shock dengan pengalaman di ruang ICU tadi, menatap seseorang kesakitan meregang nyawa. Sudah banyak luka, duka dan derita pernah kulihat, tetap tidak bisa mengerti, mengapa masih ada yang menganggap bunuh diri itu jalan keluar. Aku baru mau pulang pukul dua tadi, setelah dokter bilang dia akan selamat.

***

behind the scene: Sisanya pindah ke pengolah kata off-line. Memang lagi dengar "Why should I" langsung 'de javu'. Teringat kejadian saat dengar lagu itu dulu, bisa dimasukin ke dalam draft, sama sekali bukan kode. Gak mau lagi pake kode. May God provide me opportunities to end this madness on the ground..  and guide my words.. Aku posting beberapa draft di blog, biar jadi semacam "bakar kapal" ala Said bin Ziyad setelah mendarat di Gibraltar. Malu sendiri kalo tidak selesai..

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat