2 Lembar Lagi Nyampe Halaman #36

Kau tidak bisa menyobek 1 atau 2 lembar halaman saja dari buku hidupmu yang tidak kau sukai lalu menyisakan lembar lain yang kau sukai. Satu-satunya yang bisa kau lakukan untuk menghilangkannya cuma dengan membakar keseluruhan buku tersebut. Dari dialog sebuah film yg judulnya aku lupa.

Waktu aku jadi baby sitter "kagetan" buat si Ariel (2 tahun 2 bulan) ponakanku di Makassar, ibuku tertawa melihat Ariel denganku sedang bermain-main membuat film independen kami yang pertama, dengan webcam laptop judulnya "Ariel dan Bulan Patah" bulan sabit disebutnya bulan patah.

Setelah tawa ibu reda, dia mulai bercerita... An, waktu kau kecil dulu persis seperti si Ariel. Selalu berlarian kesana-kemari, hanya diam waktu tidur saja. Semua hal kau tanyakan, apa ini apa itu, selalu mengeksplorasi hal-hal baru, tempat-tempat baru, tapi pemalu pada orang-orang baru. Kau kalau ditanya orang mau jadi apa, jawabanmu selalu sama, mau jadi pilot! Asyik bisa terbang.. Tapi pas usiamu 4 tahun, sudah bisa megang obeng, tahu berapa banyak radio bapakmu yang sudah kau rusakkan untuk memenuhi rasa ingin tahumu kenapa ada kotak yang bisa nyanyiin lagu Adi bing Slamet kesukaanmu, yang mama bisa ingat tidak kurang dari 4 radio tape! Seandainya televisi tidak berbahaya kalau dibongkar ama anak sekecil kau, mungkin televisiku juga akan bernasib sama denga radio tape, berakhir di gudang sebelum sampai tukang loak.. Kau juga suka sekali sama kucing, persis seperti si Ariel sekarang. Dulu ada kucing piaraanmu di hari pertama kau sekolah masuk SD, kau menangis mau ngajak dia ke sekolah juga katanya biar jadi kucing pintar. SD kelas 3 kau bikin kolam ikan di lantai jemur di atas, jadi sarang nyamuk. Dilarang pelihara ikan, kolamnya kau timbun trus kau bikin kebun jagung di situ..

Hehehehe.. Alhamdulillah aku bersyukur untuk masa kecilku yang begitu indah.. Dari sekian banyak buku hidupku, buku kecil ini tidak akan pernah kubiarkan sobek 1 lembar pun halamannya, karena itulah buku yang kubaca ulang saat bermain dengan ponakan-ponakanku, anak-anakku kelak, dan anak-anak tidak berdosa korban perang bila mereka bisa kutemui dalam tidurku.. Kok seperti kak Seto ya? :D

Tiap orang memiliki buku kehidupannya (atau apalah penamaan yang kita berikan) masing-masing. Bila kita benar-benar menikmati setiap detik dalam hidup, kita akan sadari tiada satu pun yang sia-sia dalam hidup ini, kejadian paling menyakitkan sekalipun. Hidup ini terlalu indah untuk dibiarkan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan "sesuatu" dalam hati kita dan "hati" orang lain di luar kita yang membuat kita makin "kaya hati", membuat kita bisa menyambut kematian --yang suatu saat pasti datang-- dengan "senyum" dan berkata, terima kasih Tuhan untuk indahnya hidup yang telah kujalani.

Seorang sahabat pernah menanyakan padaku bagaimana aku bisa begitu enjoy dengan hidupku? Kujawab, tidak juga.. Ada juga saatnya aku merajuk, marah, dan anarkis tapi tidak kubiarkan keluar menjadi tindakan karena aku selalu berusaha mencari "pelajaran" apa yang bisa aku dapatkan dari situ "hikmah" apa yang ada. Karena aku yakin, hidup ini sebuah sekolah besar yang punya mekanisme "hukuman" dan "imbalannya" sendiri. Setiap sekolah --mestinya-- didirikan untuk mendidik muridnya sebelum diwisuda dengan kematian, bila sesuatu yang menurutku buruk (awalnya) sedang menimpaku, meski sempat menggerutu namun yang selanjutnya yang kucari "pelajaran" apa yang sedang coba disampaikan oleh "sekolah kehidupan" padaku.. Yah, pernah beberapa kali juga saat aku begitu kalap oleh emosi dan amarah hingga aku tidak bisa mengambil "pelajaran" apapun kecuali satu, marah bisa menyebabkan segala sesuatunya kelihatan buruk.

Buku seri kedua, yang ada ditanganku sekarang bukan cuma satu buku, tapi ada beberapa buku dan beberapa diantaranya ingin kusimpan di rak paling dasar dari rak buku kehidupanku supaya tidak kubuka-buka lagi agar aku bisa segera menulis satu buku baru lagi, buku terakhir. Semoga.


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat