Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix" Bagian #2


Cuitan di atas, sampai hari ini belum terwujud tuntas. Pernah beberapa kali berhenti, tak pernah bertahan lama. Rekor terlama sebelum ke Jakarta 19 Desember 2017 lalu, hampir sebulan. Beberapa minggu lalu berhasil 4 hari berhenti.


Berbeda dengan cuitan tahun 2008, cuitan tahun 2010 menjelang meninggalkan Palu kembali ke Makassar, terwujud dua kali, tahun 2014 dan tahun 2016.


Cuitan ini seumuran dengan niat setengah hati berhenti ngerokok dan sama-sama belum terwujud :| Sebenarnya hampir terwujud beberapa kali tiga tahun terakhir, tapi dia keburu ke sono. Ndak apa, belum terwujud mungkin karena 'life map' milikku belum kuberi tahu, atau sebaiknya kita membuat satu peta saja? Peta kita.

Kekuatan Kata, Do'a dan Mantra

Bukti bahwa pilihan kata dan kesungguhan ketika mengucapkan ikut mempengaruhi ikhtiar, telah kami alami sendiri. Cuitan pertama, berdasarkan pilihan kata dan suana hati dan pikiran jelas tidak sesungguh-sungguh cuitan kedua yang lebih mirip do'a ketimbang asal ngoceh di twitter.

"Picatrix" yang menekankan kekuatan kata (berupa mantra, rajah, stempel, simbol, jimat atau isim) tidak sepenuhnya salah bila menganggap pilihan kata, waktu diucapkan, di mana ducapkan, dalam suasana kosmos bagaimana, ikut mempengaruhi bahkan menentukan terwujudnya keinginan.

Ada dua perbedaan mendasar antara pemahaman (yang mampu kami tangkap) dalam Picatrix dengan apa yang kita kenal sebagai do'a dalam ajaran agama.

Pertama, fokus "Picatrix" pada mantra, stempel, isim, dan lain-lain tentang terwujudnya keinginan manusia, belum membuka ruang untuk memandang tertolaknya keinginan, gagalnya ikhtiar berakhir sesuai keinginan yang mengusahakan, sama baiknya dengan yang terwujud.

Kata seorang alim, "Jika do'aku dikabulkan Tuhan, maka aku bersyukur karena keinginanku diridhai. Namun, jika keinginan dan do'aku tidak dikabulkan Tuhan, maka aku bersyukur karena keinginan-Nya yang terwujud."

Kedua, "Picatrix" amat tergantung pada faktor eksternal, faktor di luar diri seperti konstalasi benda langit, perangai cuaca, waktu, dan tempat. Apa isi keinginan dan harapan, tidak terlalu dipermasalahkan. Sementara, dalam agama, ada adab kehati-hatian dalam berdo'a. Seringkali do'a tidak dikabulkan karena si pemohon belum menyiapkan tempat dan dirinya kelak, ketika doanya terkabul, yang jika dikabulkan hanya akan membuat si pemohon kesusahan. Contohnya cuitan ketiga di atas, mau menyatukan dua 'life map' yang berbeda, tetapi belum pernah saling bertukar bahan diskusi. Punyaku berupa draf tulisan, nanti setelah kusarikan, dimuat di sini juga.

Kembali ke resensi buku "Picatrix". Buku ini khas buku abad pertengahan, banyak 'Pseudo Sains' yang kental bercampur dengan ajaran agama dan sihir, meski demikian bukan berarti buku ini tanpa kebaikan dan hikmah sama sekali.

Misalnya, tentang kekuatan kata. Banyak jurnal linguistik dan filsafat yang membahas kekuatan kata dan kalimat. Bermula dari makna yang menjadi niat, lalu menjadi lafaz, dari lafaz terbentuk visi, dari visi terbentuk misi, dari misi lahir persistensi yang selalu diikuti dengan kalimat semoga Tuhan mengizinkan. Tentu, proses transformasi tersebut tidak berlangsung lancar dan mulus tanpa halangan, karena pelajaran terbanyak bukan ketika berhasil atau gagal meraih keinginan, melainkan dalam proses mencapainya. Sudah banyak manusia yang membuktikan kekuatan kata dalam mengubah nasib dan meraih takdir, termasuk dua contoh cuitan di atas.

Namun, ikhtiar sekeras apa pun selalu menyisakan ruang yang tak bisa diapa-apakan, ruang di mana takdir harus diterima sebagaimana adanya. Ruang untuk menjaga kesadaran manusia sebagai hamba dan ciptaan yang harus mencicipi ketidakberdayaan di hadapan Tuhan. Akankah kita meradang untuk sedikit keinginan yang tidak terwujud, setelah sekian banyak kebebasan mengubah nasib dan merancang takdir yang terpenuhi, atau tanpa sadar, lupa ikhtiar yang tidak berakhir sesuai keinginan telan menjelma katalisator dan fasilitator untuk orang lain, atau untuk takdir lain.

Makro Kosmos sama pentingnya dengan Mikro Kosmos

Sebelum pandemi COVID-19 'memaksa' manusia untuk lebih menaruh perhatian kepada mikro kosmos (meski COVID-19 adalah faktor eksternal juga), sebagian besar umat manusia mulai menyadari spesiesnya bukan tuan raja di muka bumi.

"Picatrix" menganggap setiap manusia berhubungan langsung dengan gugusan planet dan bintang-bintang. Mereka yang bijaksana adalah mereka yang menyadari dirinya sebagai debu, bagian dari semesta. Karena itu, sudah seharusnya manusia menyelaraskan setiap ikhtiarnya (termasuk ikhtiar berupa sihir) dengan konstalasi benda-benda langit.

Namun, kebijaksanaan tersebut masih terasa kurang lengkap, selain menyadari dirinya hanyalah debu semesta, manusia juga harus menyadari dirinya yang debu, adalah sekumpulan debu mikro-kosmos.

Seorang kawan pernah mengisahkan bagaimana unsur mikro-kosmos (tanpa ia sadari seluruhnya) mempengaruhi hasil ikhtiarnya memiliki keturunan, dan kusaksikan sendiri keberhasilan ikhtiarnya.

Sebagai pengantin baru (ketika ia berkisah sekitar dua belas tahun silam), ia dan istrinya kerap kali 'seru-seruan' tanpa berniat berbuah jadi embrio. Syukurnya tidak pernah jadi, karena menurutnya alangkah meruginya mereka jika seorang anak manusia lahir dari 'seru-seruan' tanpa niat yang lurus dan bersih sebelumnya. Bayangkan bila menjadi embrio anak perempuan yang kemudian lahir, mereka memiliki andil besar melahirkan keluarga yang kelak akan diasuh dan diasih oleh seorang anak perempuan yang 'kebetulan' jadi dan lahir.

Empat puluh hari sebelum 'seru-seruan', yang mereka niatkan untuk memiliki keturunan, mereka mulai memelihara dan menjaga apa yang keluar dan masuk dari mulutnya, hanya yang halal, baik, dan bermanfaat.

Berusaha agar diri mereka meski sekumpulan debu, tetapi debu yang suci lagi baik. Tiga hari menjelang 'seru-seruan' mereka berdua puasa sunat tiga hari berturut-turut. Alhamdulillah, ikhtiar mereka terwujud, lahir anak perempuan. Putrinya itu, sampai menjelang akil balik, bau keringatnya wangi meski baru pulang bermain di bawah terik matahari.

bersambung..

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat