Kudus

malam kudus, sunyi senyap, semua berpendar, semua terdiam.

Beberapa teman dan sahabat memeluk beragam agama dan kepercayaan. Kami sering diskusi, kadang hingga ke aqidah. Diskusi, bukan debat, karena tidak ada pihak yang diserang lalu satunya lagi bertahan.

Tidak berdebat karena kesadaran, soal aqidah dan keimanan, sudah bukan wilayah kekuasaan manusia. Manusia tidak bisa memilih, mau lahir dari keluarga majusi, nasrani, yahudi, budha, hindu, muslim atau atheist.

Nanti setelah berakal sedikit, baru mulai muncul klaim-klaim paling benar. Bahkan ada yang begitu sibuknya mengklaim, hingga apa yang diyakininya sebagai jalan kebenaran tidak juga selesai dilaluinya.

Malam natal beberapa tahun lalu di rumah mendiang, usai menonton 'boxing day' liga Inggris, sama-sama terdiam di depan layar televisi, menikmati orkestrasi lagu Holy Night. Meski muallaf sejak menikah, setiap menjelang Natal rumahnya dihiasi pernik Natal, untuk saudara-saudara dan ibunya.

"Ajarkan saya tentang trinitas.." sehabis lagu Holy Night.

"Kau terbius lagu barusan? Saya juga, masih terasa syahdu sampai sekarang, kurang lebih sama ketika mendengar lagu Tala Al Badru."

"Beberapa lagu memang bisa mengantar kita pada kesenduan yang sama. Apa Trinitas serupa konsep Nur Ilahi dan Nur Muhammad dari kalangan tasawuf?"

"Saya belum tahu soal itu, kau berutang penjelasan. Sebelum dan sesudah menjadi muallaf pemahamanku sama, aku memahami Tuhan, Roh Kudus, dan Yesus adalah satu kesatuan. Bukan pemecahan Tuhan menjadi tiga. Lebih mudah bagiku memahami Tuhan, lewat sifat-sifatNya yang sudi turun ke level manusia pada diri Yesus yang disayangi Tuhan, bagai bapak pada anak dengan perantaraan Roh Kudus."


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat