Jamaah Shalat Subuh dan Magrib Sama Meriahnya

Masjid Jihadu Walidaina Padang
Panjang, yang dibangun mendiang Tarmizi Taher

Apa yang diharapkan penulis buku "Keutamaan Shalat Subuh" sudah terwujud di beberapa kampung di Padang Panjang, salah satunya di Batang Gadis, Batipuh. Shalat jamaah di masjid saat subuh dan magrib, sama meriahnya sejak sebelum ramadan masuk. Tanpa membuat mereka yang lain merasa "tertekan". Malah aman, setidaknya itu gambaran pandangan mata yang terlihat di kota Padang Panjang, yang lebih heterogen masyarakatnya bila dibandingkan di kampung tempatku sekarang.

Ada banyak "warna" Islam yang dibawa penganutnya, dari yang plural, moderat, hingga yang radikal dan kaku. Apapun, mestinya semua "warna" tersebut bisa membawa penganutnya menjadi rahmat bagi alam semesta, tujuan diturunkannya Islam, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Belum bisa bercerita banyak tentang "warna" Islam di kampungku sekarang, yang jelas terasa "asyik". Orang-orang nampak berhati-hati sebelum mengurusi ibadah orang lain sebelum ibadah mereka sendiri sudah baik.

Dalam lingkar keluarga dan kerabat, saling mengingatkan dan menegur bila tidak kelihatan di masjid pada waktu shalat, jamak dilakukan orang. Kecuali saya, agak menghindar berjamaah di masjid dekat rumah.

Setiap kampung di Indonesia pasti memiliki kearifannya masing-masing. Di sini paling terasa lembaga adat dan ninik-mamak (kerabat dan keluarga) fungsinya berjalan baik. Hampir semua sendi kehidupan kita bisa diselesaikan "bersama-sama" dengan musyawarah. Mulai dari pengaturan air, penyelenggaraan jenazah hingga penikahan dan kelahiran anggota baru dalam keluarga. Seringkali dengan saling berbalas pantun, seperti saat musyawarah penentuan waktu penyelenggaraan jenazah seorang kerabat.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat