Alam dan Manusia #1

Di belahan bumi sana sekelompok manusia berang saat tumbuhan dan hewan diperlakukan semena-mena, di sebelahnya lagi manusia perlakukan manusia lain bagai hama. Manusia bisa lebih peduli pada lingkungan karena reaksi alam saat dirusak nyata dirasakan kembali oleh manusia berupa cuaca ekstrim dan lain-lain, bagaimana dengan sekelompok manusia di beberapa negeri yang perlakukan manusia lain seperti hama pengganggu. Apa hukum alamnya, bagaimana mekanisme Sunnatullah bila atas nama peradaban malah berlaku biadab?

Entah mana yang lebih sulit memahami diri sendiri atau memahami manusia lain. Dalam skala kecil pernah mengalami betapa sulit memanusiakan diri sendiri sambil memanusiakan sesama manusia. Beberapa manusia memang ada yang sebebal batu, metafora penghuni neraka di kitab suci disebut bahan bakarnya manusia dan batu. Namun kebebalan orang lain tetap bukan pembenaran perlakukan manusia sebagai hama perusak peradaban, juga bukan pembenaran menghukum penuh amarah mereka yang perlakukan manusia tidak sebagai manusia.
 
Bila hukum alam sudah sedemikian tegas dan keras berlaku saat komponen alam dan lingkungan selain manusia diperlakukan semena-mena, apa lagi bila manusia, mahluk paling mulia dari semua mahluk ciptaan Tuhan yang dihinakan, dengan logika hukum alam mestinya lebih tegas dan keras hukum alam dan sunnatullah yang akan berlaku. Bagaimana bentuknya, Tuhan lebih tahu. Bila bumi ini bisa berakhir karena alam yang dirusak, apalagi bila manusia yang dirusak?

Konsep kiamat yang dikenal manusia melalui ajaran agama keturunan Ibrahim Alaihissalam kental dengan pertanda, simbol dan metafora. Pertanda dan metafora pertanda hari kiamat utamanya tentang hilangnya kemanusiaan para manusia. Kehilangan rasa malu berzina di tempat umum ditonton orang banyak tak ubahnya hewan, runtuhnya peradaban unggul yang disimbolkan dengan Babilonia, ketakutan yang meneror kembali pelaku teror hingga pohon dan batupun enggan dijadikan tempat bersembunyi.

Konsep para ilmuwan, para rasionalis lebih menitik beratkan pada kerusakan alam dan lingkungan bumi akibat kelakuan manusia sendiri, manusia penentu nasib mereka sendiri. Sebanding antara bahan bakar fosil yang dibakar di bumi dengan mencairnya es di kedua kutub bumi. Novelis dan produser film fiksi ilmiah selalu memasukkan unsur 'alien' sebagai penyebab atau penyelamat kehancuran dunia. Konsep 'ratu adil' ternyata milik semua manusia, di film bentuknya dibuat hampir ilmiah.

Saya meyakini setiap manusia adalah penyelamat bagi dirinya masing-masing sebelum bisa selamatkan manusia lain. Saling menyelamatkan punya daerah universal yang tidak dibatasi oleh aqidah dan agama, kemanusiaan adalah titik temu semua ajaran agama dan kearifan. Ketika sebuah anjuran dan perintah dalam agama nampak ekslusif dan khusus, memandangnya dari luar tentu akan terasa sebagai diskriminasi terhadap agama dan ajaran yang berbeda.

Sebagai muslim, yang dalam Qur'an bertaburan ayat tentang indikasi sifat-sifat fasik, munafik dan kafir, awal membacanya terasa sebagai semangat ingin melegitimasi agama Islam sekaligus mendeligitamasi agama lain. Belakangan, setelah melihatnya sebagai seorang muslim, mendekatkan diri dengan 'Kebenaran' tidak cukup dengan 'merasa' telah berada di sisi yang benar, tidak cukup dengan tidak melakukan kesalahan, belum benar bila hanya mengetahui kesalahan. Ayat-ayat tersebut setelah kubaca berulang-ulang semangatnya bukan semangat diskriminatif, penanda bukan penghukum dan penghakiman yang masih dan akan tetap wilayah Tuhan.

Dengan pikiran lugu, tidak semestinya manusia tidak saling memanusiakan hanya karena perbedaan agama, tidak malu apa pada komponen alam selain manusia yang bisa harmonis berdampingan dalam siklus ekosistem dan rantai makanan tanpa merasa dominan, padahal komponen semesta tidak beragama hanya ber-Tuhan.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat