Ditimpuk

"Saat ditembakkan dari larasnya, setiap proyektil sudah tertulis nama sasarannya. Begitu cara kami dilatih agar bernyali merayap dalam hujan peluru." - purnawirawan prajurit Kopassus, paman seorang kawan.

"Bisakah diubah nama yang tertulis. Misalnya dengan sengaja berjalan tegak, tidak tiarap?"

"Itu bukan mengubah. Nama yang (sengaja) tidak menghindar memang sudah tertulis di sana."

***

Pernah dalam tawuran antar anak SMA yang menutup salah satu jalan di Makassar, seorang kawan sengaja berjalan menembus melalui hujan batu dari dua kubu yang tawuran. Selain ingin membuktikan perkataan paman kawan di atas, dia memang berani. Batu tidak secepat peluru, masih bisa dihindari dengan memiringkan badan.

Dua langkah lagi dia sampai di seberang jalan. Bukk! Sepotong batu bata menghantam helm full-face yang dipakainya, dia terus melangkah tenang sambil mengamati dari mana bata yang datang dan berusaha mengenali siapa yang berhasil mengenainya.

Tiba di seberang, dia berjalan ke arah kerumunan tempat datangnya batu yang mendarat di helmnya. Kami berlima segera menyusul, kawan kami bisa menjadi bulan-bulanan. Postur kami yang cukup besar dibanding anak SMA, dengan celana lapangan kelompok pencinta alam mirip militer, membuat satu orang diantara kerumunan diam terpaku. Dialah pelempar yang berhasil menimpuk.

Kawan kami sudah di sana, menyalami, mengobrol sebentar kemudian memeluk pelemparnya.

"Pamanmu belum menjelaskan terkena peluru bukan hanya soal sudah ditakdirkan atau tidak. Banyak lagi rangkaian hikmah bagi yang kena tembak."

***

Pernah bertemu seseorang yang sedang jatuh cinta? Atau malah sedang mengalami? Meski seorang pengasih lebih sering dalam keadaan 'mabuk' ketimbang 'sadar', coba sesekali (kalau pas lagi 'sadar') amati perubahan pada diri sendiri atau pada mereka yang sedang mencinta. Mereka terlihat lebih hidup, lebih ganteng atau cantik. Ada rona bahagia yang terpancar dan kita yang berada di dekatnya ikut terpapar kebahagiaan.

'Peluru' serupa itu siapa yang mau hindari?

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat