Guru: Jalan Cahaya



Bayang mawar tak mau diam, menari tarian api.
Dulu waktu sering kena pemadaman bergilir, mau tidak mau banyak bermenung, tidak bisa bikin apa-apa tanpa listrik, walau itu sekedar plototin lilin atau lampu senter dan bayang-bayang benda yang menari di dinding rumah.
Ternyata secara harfiah juga ada “cahaya yang berlapis-lapis”. Cahaya lampu senter dari energi listrik batu baterai, tadi siang sudah diisi dengan listrik PLN. Beberapa pembangkit listrik PLN mengambil sumber energi dari cahaya matahari. Cahaya matahari bersumber dari energi nuklir yang reaksi berantainya begitu panjang untuk tahu pasti kapan habis terbelah, berhenti kemudian mati. 
Atau matahari malah tetap hidup, berbalik proses, dari reaksi fisi ke fusi. Inti atom yang tadi membelah tanpa henti, ingin kembali menyatu. Penyatuan inti atom menghasilkan energi yang sama besar dengan yang dihasilkan saat pembelahan. Makin berlapis-lapis bila diterusin.
Lampu senter pada lapisan pertama mencerahkan cakrawala pertama, dilapisan berikutnya ada cahaya bola lampu pijar yang lebih luas dan lebih terang, pada lapis berikut ada matahari, cahayanya kuat dan menyinari setengah permukaan bumi. Hingga sampai pada “cahaya di atas cahaya” ?
***
Bagaimana dengan agama? Kalimat "cahaya berlapis-lapis" dan "cahaya di atas cahaya" kutipan dari ayat Qur’an. Simbol keagaaman, pakaian, bacaan dan gerakan adalah 'cahaya' yang mampu 'menerangi' cakrawala pada cakupan tertentu. 

Pada lapisan berikutnya lebur (bukan menghilang), tidak tampak harfiah lagi lafaz Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, karena yang mengucapkannya sudah pengasih dan penyayang pada semesta walau tak maha. Simbol fisik tak lagi mencolok bila itu bisa menjadi sekat untuk mengasihi semesta. Qur’an yang dibakar dan dimasukkan ke dalam kloset menyesakkan dada, tapi tidak sesesak melihat  mereka yang mengaku menjadikannya pedoman, tapi lakunya menginjak-injak nilai dan ajaran di dalamnya. Mau coba-coba menyekat cahaya Tuhan agar hanya terang pada simbol-simbol religi.
*** 
Menjadi guru dan murid juga “jalan cahaya” yang "berlapis-lapis". Semasa SD guru mengenalkan kita angka dan operasi dasar matematika; tambah, bagi, kali, kurang, di SMP operasi dasar tadi dikurung, membentuk persamaan, kemudian SMA belajar integral, diferensial, dibatasi dengan limit-fungsi. Perjalanan angka dalam matematika pada jenjang pendidikan formal juga berlapis-lapis, makin lama makin fokus, makin mendekati sumber cahaya.
Selamat hari guru, selamat berjalan di jalan cahaya. Terima kasih para guru..

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat