Demokrasi Sudah Berjalan

Pagi tadi baru nyadar. Bila demokrasi adalah upaya keterwakilan (amanat dan harapan) rakyat pada para wakilnya (eksekutif dan legislatif) yang dipilih sendiri lewat pemilihan umum. Maka karakter sebagian besar rakyat suatu negeri bisa terlihat dengan melihat karakter 'pemimpin' yang mereka pilih. Lewat demokrasi kita jadi tahu ujung proyeksi keinginan rakyat banyak setelah mengerucut lewat pemilu.

Kalau masuk ke kampung-kampung yang dipenuhi hamparan sawah menguning, udara pegunungan yang sejuk, orang-orang bersahaja, jujur, nalar dan logika yang lurus, lempeng. Masjid yang selalu dipenuhi jamaah. Banyakan yang tidak sinkron, antara karakter yang memilih dengan yang terpilih. Mestinya dengan demokrasi, negeri ini sudah lama beroleh pemimpin sebagaimana karakter rakyat  pedesaan tadi. Tapi kok belum-belum juga?

Tidak tega melirik kenyataan, pemimpin ya cerminan rakyat yang memilih. Coba cari-cari dalih, mungkin sistemnya yang tidak beres. Mulai dari proses "mengukur diri sendiri" para caleg juga partai-partai pengusungnya, atau proses pelaksanaan pesta demokrasinya.

Pokoknya kalau lebih banyak desa dan kota yang masyarakatnya baik-baik. Mestinya lebih banyak lagi pemimpin baik yang hadir. Atau demokrasi sekarang adalah "marketing war" bukan "character and or program competition"?

Jangan-jangan demokrasi memang sudah "berjalan", karakter pemimpin sudah mencerminkan karakter kita, rakyat yang memilih. Di kampung aku temukan, saat menemani keluarga menyelesaikan kasus penyerobotan lahan dengan jalan dialog, dibalik kebersahajaan sebagian besar rakyatnya, masih ada karakter korup dan serakah, karakter "pedagang" menjual aturan dan hukum, juga kebiasaan panik saat demam, fokus mengobati demam tapi penyebab demam tidak disembuhkan.

Tetap tidak proporsional, karena masih lebih banyak orang baik. Mungkin karena celah sistem demokrasi kita, mungkin juga karena metode "marketing" sukses mengemas para calon legislatif agar laku terjual walau tidak punya kompetensi.

Apa kearifan rakyat pedesaan masih gamang saat berhadapan dengan poster, baliho dan kertas suara penuh gambar? Selama ini mata batinnya terasah untuk mengenali pemimpin diantara mereka, yang akan dipilih memang hidup dan tumbuh besar di lingkungannya. Tergambar saat mereka ingin menurunkan gelar dari nenek-neneknya. Oh, kamu cocoknya bergelar Pakih Mulya (pak Kiai Mulia) karena kelakuanmu sejak kecil hingga kini mulia, dan kamu mengasihi semua penduduk kampung dari laron sampai kerbau. Kalau kamu Sutan Malenggang, karena suka lagu Sultan of Swing dan kalau jalan melenggang seperti Gilligan (film kartun top jaman hanya ada TVRI).

"Kita baru betul-betul merdeka, kalau sudah berhasil menciptakan jutaan manusia merdeka di Tanah Air" ~ Agus Salim

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat