Nguping tausiah lagi: "Jalan ke Sorga" **

**nama Uztasnya kelewatan, belum duduk manis dalam kamar, ceramahnya sudah mulai..

Suatu hari di pasar Padang Panjang, seorang kakek yang baru datang dari Jakarta mulai lupa naik angkutan umum apa untuk sampai ke Bukittinggi. Dicari-carinya orang tempat bertanya. Tidak ada polisi tidak ada petugas. Bukan hari pasar, terminal sepi siang itu.

Di kejauhan dilihatnya seorang anak kecil pedagang asongan kerupuk jangek (kerupuk dari kulit sapi). Anak ini tentu tahu angkutan umum mana yang harus aku naiki, dia mengenal terminal dengan baik, tempatnya berjualan sehari-hari, pikir si kakek.

"Nak, tahu jalan untuk sampai ke Bukittinggi? Naik bis apa?"
"Mobil merah 'tuk (atuk; kakek) colt atau kijang, sebentar lagi usai Duhur banyak yang masuk.."

"Terima kasih Nak.. Sebagai ucapan terima kasih, mau kau kuajarkan suatu hal?"
"Apa itu Atuk?"
"Kuberitahu kau jalan ke sorga.."
"Atuk ini ada-ada saja, jalan ke Bukittinggi saja Atuk lupa, sekarang mau tunjukkan jalan ke Sorga.."

Kakek itu tersenyum. "Begitulah Tuhan mengatur, anakda tahu jalan ke Bukittinggi, Atuk tahu jalan ke sorga.. Sambil menunggu oto ke Bukittinggi, mau kuberi tahu?"

"Ajari aku 'tuk.." merasa bersalah sudah ngeledek, si anak bertanya antusias.

"Neraka dunia itu apa nak?"
"Buatku 'tuk neraka dunia itu.. Dagangan tidak laku, kena marah ibu bapak, aku dan adik-adik jadi telat bayar uang sekolah.."

"Dibalik itu semua nak.. Dimana yang panas, dimana yang gelisah, apa yang risau?"
"Hati ambo (saya; halus) Atuk.."

"Bila di sana bisa ada neraka dunia, surga dunia juga di sana tempatnya.."
"Maksudnya Atuk?"

"Semua diciptakan Tuhan sepasang. Pasangan gelisah itu tenang. Tenang itu sorga nak.. Seperti hati Atuk yang tenang-tenang saja mudik dari Jakarta ke Bukittinggi tanpa hapal lagi jalurnya, karena atuk yakin akan ada orang tempat bertanya.."
"Bagaimana supaya hati ini tenang 'tuk?.."

"Hanya dengan mengingat Allah hati akan tenang.."

Anak kecil pedagang asongan salim pada sang kakek. Mushalla kecil di terminal sudah azan duhur, beriringan mereka menuju ke sana.
***

*catatan tambahan..


"Wahai jiwa yang tenang! (27), Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya (28). Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambak-Ku (29), dan masuklah ke dalam surga-Ku (30).” (Al-Fajr 27-30)

Ternyata kisah pak uztas itu sejalan dengan ayat Qur'an Al-Fajr 27-30 (barusan teringat).

Posting ini tagarnya #islami dan #ramadan tentu Tuhan di sini Allah, namun bukan berarti ada hak pada seorang muslim untuk melecehkan Tuhan pada agama dan keyakinan lain, dengan nama apapun Tuhan disebut. Melecehkan perbedaan keyakinan, rasanya sama saja dengan melecehkan Tuhan yang menciptakan perbedaan.

Coba kita ganti kutipan ayat pak uztas jadi "bahasa Manusia" yang lebih universal, asalnya dari "Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah (zikrullah) hati menjadi tenang".Q-S Ar-Ra'd ayat 28 menjadi "..hanya dengan mengingat Tuhan hati menjadi tenang" 

Tuhan dalam ajaran Islam (khusus) meminta hamba-Nya untuk taqwa (tinggalkan larangan, laksanakan perintah) maka dalam ranah universal (umum) aku tafsirkan bebas, ber-Tuhan berarti memiliki dan mengaplikasikan nilai etika dan moral atau ejawantah dari larangan serta perintah (apa yang kita tidak suka bila menimpa diri kita jangan timpakan pada orang lain; hak dan kewajiban; dan seterusnya) nilai yang bisa diterima oleh siapa saja, apapun agama dan keyakinan, bahkan oleh yang memilih tidak beragama.

Jadi, bila kita beretika-bermoral maka hati kita juga akan tenang (dalam ranah pergaulan sesama manusia atau sesama ciptaan dalam lingkup luas termasuk batu, semut, pohon), ada sorga juga di sana. 

Untuk bentuk hubungan ke Tuhan yang khusus, tentu lebih dari sekedar etika dan moral bentuk ejawantah dari "mengingat-Nya" kemudian tenang. Wallahu'alam caranya.. Jangankan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan secara utuh dan tertib, beretika dan bermoral pun aku masih gagap.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat