Oleh-oleh Hari Keempat: Melampuan


Melampuan dan beragam upacara adat di Indonesia pasti punya daya jual dan daya pikat, kalau tidak punya mbok ya ditingkatkan daya jualnya, pakar pencitraan timbang ngurus citra politikus mending ngurusin citra parawisata kita. Setelah kemasannya bagus, buat preview, live streaming, untuk ditonton orang seluruh dunia lewat internet, jadwal dan agendanya jelas.

 

Aku Punya Mimpi
Mimpi dari tahun 2006. Suatu saat indonesia punya backbone link internasional sendiri, langsung ke simpul pusat internet dunia di Amerika, tidak lagi melalui Singapura, Australia, Jepang, Malaysia atau Hawai. Kemudian setiap kota di Indonesia punya Internet Exchange Point, setelah sebelumnya sudah banyak web-web popular, minimal di negeri sendiri, milik orang Indonesia, yang server dan hosting di kotanya masing-masing.



Update info dari obengware: Amerika sekarang tidak lagi menjadi pusat internet dunia, mungkin karena "cloud network" ini, server-server perusahaan internet dunia sekarang ada dimana-mana, yahoo, google, servernya ada di Australia dan Singapura. Kenapa mereka tidak bangun "cloud" di Indonesia? Apa karena centang-prenang backbone internet Indonesia belum selesai juga ya? Apa kabar palapa ring? Memang tidak mudah dan murah membangun backbone internet Indonesia yang pulaunya ribuan, tapi bukan pembenaran untuk tidak dicoba. Google fibre --proyek infrastruktur IT milik google berbasis komunitas di Amerika-- saja, di blog resminya merendah mengatakan backbone internet Amerika tertinggal bila dibandingkan dengan Eropa dan Asia.

Kemarin waktu Kang Onno W Purbo, dengan rendah hati minta masukan dari teman-teman pekerja IT, untuk dibawa ke Ristek, tentang industri internet di Indonesia, sedikit pengalaman kelola ISP RT/RW net di Palu, tambahan usulku begini:
  1. Bebaskan lagi beberapa frekuensi berlisensi, setelah 2.4GHz dan 5.8GHz utamanya frekuensi yang bisa NON-LOS (line of sight) di Amerika mereka sudah mulai membahas penggunaan "white spaces" untuk wireless internet. Makin banyak frekuensi non-lisensi, makin banyak ISP kelas RT/RW net, makin luas coverage, makin cepat penetrasi.
  2. Lebih banyak satelit orbit rendah, bukan buat televisi, televisi sudah cukup banyak mah, tapi buat internet. Pikiran awamku: 3 satelit sesuai pembagian zona waktu di Indonesia. WIB, WITa, WIT. Di setiap zona waktu ada stasiun bumi yang menjadi pusat routing, baik ke link lokal ataupun international. Piringan parabola Ku-Band kecil ukurannya, biaya pembuatannya murah.
  3. Home industri perangkat VSAT Ku-Band. Keren! Ada yang lebih keren, S-Band, lebih weather proof ketimbang Ku-Band.
  4. Karena link exchange ke link internasional mahal, perkaya konten lokal. Bayangkan kalau orang Indonesia yang diminta oleh asing untuk bangun cloud network di negaranya. Setelah search engine, facebook, twitter dan social media lainnya, rasanya belum ketemu ide secemerlang mereka, yang bisa membuat ada dotcomers baru dunia, lahirnya di Indonesia? *berpikir keraslah*
Parah :D sampai beberapa paragraf bukan ngebahas soal upacara perjodohan ala adat "melampuan" desa Bayunggede di Kintamani, malah TIK. Aku enak kali nulisnya, implementasinya pasti ribet! Tapi bisa! Selamat hari sumpah pemuda Indonesia!

Melampuan


Andai tidak papasan di jalan dengan Muhary dan Jeje, bakal lain sekali ceritanya. Beruntung, diajak Jeje dan Muhary menonton sambil motret upacara adat di desa Bayunggede di Kintamani, Bali. Terakhir melampuan diadakan 5 tahun lalu. Banyak faktor kenapa rentang waktunya panjang baru diadakan kembali, salah satunya karena biayanya yang tidak sedikit. Melampuan ini upacara pencarian jodoh khas desa Bayunggede. pesertanya lajang dan gadis desa yang telah lolos proses audisi oleh panitia yang isinya tetua adat desa, pakai tim medis segala, untuk memastikan gadis yang akan ikut upacara ini memang masih gadis.


Proses audisinya telah selesai dari 45 hari yang lalu. Saat kami datang pas malam puncak upacara melampuan. Acara dimulai dari pukul 20.00 dimulai dengan doa-doa dan beberapa seremonial lain, puncaknya pukul 00.00 saat kelompok bujang (jero lampuan lanang) mulai berjuang mengejar kelompok gadis (jero lampuan istri).


Informasi dari salah seorang orang tua yang anak gadisnya ikut melampuan, urut-urutan upacara ini:
  1. Audisi. Anak gadis dan lajang desa Bayunggede Kintamani wajib mengikuti upacara ini, walau begitu harus lolos proses audisi dulu. Untuk yang gadis harus benar-benar masih gadis, untuk yang lajang benar-benar tidak sedang beristri. Setelah lulus proses audisi ini, untuk sementara para bujang disebut Jero Lampuan Lanang, para gadis disebut Jero Lampuan Istri. Proses audisi ini dilangsungkan sekitar 2 bulan sebelum malam upacara puncak.
  2. Penyucian. Jero Lampuan Lanang dan Jero Lampuan Istri, setelah lolos audisi harus tinggal di Pura, semacam dipingit, melakukan beberapa ritual-ritual agama Hindu. Jero Lanang, juga disuruh mencari bambu dengan syarat-syarat tertentu, lalu ditanam memagari lapangan tempat upacara puncak melampuan akan diadakan. Bambu itu kemudian harus dicabutnya kembali saat upacara perburuan dimulai.
  3. Perburuan. Malam itu, puncak acara melampuan. Di tanah lapang terpagari bambu-bambu yang ditanam Jero Lanang, tetua adat desa Bayunggede, para orang tua Jero Istri dan Jero Lanang berkumpul. Ada serangkaian upacara dan sesajen sebelum "perburuan" dimulai tepat pukul 12 malam. Tepat pukul 12 malam terbagi tiga kelompok berderet di jalan desa. Terdepan Jero Istri, beberapa meter di belakangnya kelompok orang tua Jero Istri yang akan berusaha menghalangi Jero Lanang yang berusaha memeluk Jero Istri. selain dihalangi para orang tua Jero Istri, tambah lagi "beban" bilah bambu yang dibawanya. Dan setelah berhasil meneumbus "barikade" para orangtua, masih dengan menyeret-nyeret bambunya, mereka harus mengejar Jero Istri dan menemukan persembunyian mereka. Bila berhasil temukan dan memeluk seorang Jero Istri, bambu yang mereka seret-seret itu harus mereka buat menjadi perangkat rumah tangga, bisa nampan, atau apalah. Bagian menyeret-nyeret bambu itu filosofisny menyentuhku. Bambu itu bekal dia nanti, akan dibuat jadi peralatan rumah, tapi sekaligus penghalangnya untuk memburu Jero Istri.

Random Notes:
  1. Untuk jurnal sependek ini saja, sulit menjaga konsistensi, masih banyak curcol keselip sengaja atau nggak di dalamnya. Bagaimana kalau nulis novel ya? Belum lagi kendala koneksi yang tidak stabil, terpaksa numpang di proxy atau vpn punya temen *I miss my sweet little NOC at Palu when having trouble with internet*
  2. Ada banyak hikmah dari pengalaman selama perjalanan, sayang sekali kalau hanya kubawa mati, atau tenggelam oleh pengalaman-pengalaman berikutnya sebelum dibagi. Juga untuk mengosongkan pikiranku, kalau pengalaman ini terus kubawa-bawa, pengalaman baru susah masuk, sudah penuh sih.
  3. Hikmah dan hidayah itu dari Tuhan, kalau ada yang baik, mari memuji Tuhan, kalau ada yang buruk mari caci maki saya.. #eh tapi kolom komentar aku tutup, mohon maaf.
  4. Dear God, apakah aku sedang Engkau persiapkan untuk menjadi pengantin lewat perjalanan ini? Amin.
bersambung..

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat