Mendadak

Bukan hanya masyarakat nusantara yang mudah terpikat dengan ‘kesaktian’. Bila pernah menamatkan serial televisi “Houdini” (2014) dunia barat juga tak lepas dari ketakjuban terhadap hal-hal yang tidak atau belum terjelaskan secara ilmiah. Houdini mati dibunuh oleh suruhan seorang cenayang setelah Houdini berhasil membuktikan kebohongan dan trik sulapnya.

Trik sulap, kesaktian, karomah, dan mukjizat.

Walau sama gaibnya, kesaktian, karomah dan mukjizat amat berbeda. Berbeda yang memiliki, berbeda tujuan dan sebab memiliki. Mukjizat hanya dimiliki oleh para nabi dan rasul. Berdasarkan kisah-kisah dalam Al Qur’an, bila disusun menurut siapa nabi yang paling rasional ajarannya berdasarkan mukjizat, sejak nabi pertama hingga yang terakhir, maka ajaran agama makin rasional di sosok nabi dan rasul terakhir Muhammad SAW.

Masih dari Al Qur’an, disebutkan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW pernah dipertanyakan oleh beberapa golongan manusia, bila benar Muhammad itu nabi dan rasul, mengapa masih keluar masuk pasar (mencari nafkah). Mengapa Muhammad SAW tidak dilengkapi Tuhan dengan bala tentara malaikat, yang dengan pasukan malaikat tersebut Muhammad bisa menyelesaikan masalah umat manusia seketika. Beliau SAW tahu, keberkahan adanya pada proses.

Karomah para aulia yang sesekali waktu dituturkan beragam bentuk dan rupanya di majelis-majelis pengajian, maupun yang pernah disaksikan langsung oleh mereka yang beruntung karena karomah bukan sesuatu yang bisa dipertontonkan kapan saja bila si penerima mau, agar akidah yang menerima maupun yang menyaksikan tidak rusak, tidak pernah tentang materi atau harta benda. Persis seperti ketidak tertarikan Rasulullah andai bukit Uhud diubah menjadi emas, beliau SAW tidak ingin berada di dekat emas tersebut lebih dari tiga malam, dan dalam tiga malam emas-emas tersebut ingin dibagikannya habis bagi yang membutuhkan.

Pada kisah lain, Ibnu Arabi pernah diledek keulamaannya oleh penduduk kampungnya, karena kedekatannya pada Tuhan tidak mendatangkan manfaat berupa harta benda dan kesejahteraan bagi penduduk kampung. Suatu hari Ibnu Arabi berjalan melewati sekelompok masyarakat yang sedang memohon agar Tuhan membuat mereka kaya dengan sekejap. Melihat Ibnu Arabi melintas, mereka yang mulai frustasi permohonan mereka tidak juga dikabulkan, melampiaskan kekesalannya kepada Ibnu Arabi.

“Hei! Ibnu Arabi! Mana Tuhan yang katamu maha kaya, maha pemurah itu! Kami berhari-hari bermohon tapi belum juga dikabulkan.”

Ibnu Arabi menghentikan langkahnya. “Sampai bertahun-tahun kalian bermohon tidak akan terkabul, karena tuhan kalian adanya di bawah kakiku.” Jawab Ibnu Arabi sambil menghentakkan kakinya ke tanah.

Makin beranglah penduduk kampung. Pada riwayat lain disebutkan akibat nasihat keras tersebut Ibnu Arabi dibunuh, wallahu’alam. Beberapa tahun setelah Ibnu Arabi wafat, tepat di bawah tanah tempat Ibnu Arabi menghentakkan kaki, penduduk kampung menemukan bongkahan emas.

Kisah Ibnu Arabi di atas tambahan bukti, bahwa karomah tidak pernah tentang harta benda, atau emas, berlian, yang oleh Ibnu Arabi diletakkan di bawah telapak kakinya. Kekayaan yang oleh sebagian penduduk kampung Ibnu Arabi telah dianggap sebagai tuhan yang bisa menyelesaikan semua persoalan.

Kesaktian berbeda lagi. Kesaktian bukannya tidak ada, pernah menyaksikan seseorang yang kebal senjata tajam dan peluru di daerah konflik. Tidak hanya di warung kopi kita bisa mendengar minimal ada satu dalam sehari pembicaraan tentang kesaktian, dalam sinetron-sinetron, juga dalam catatan sejarah tradisional di nusantara, baik yang berupa serat tertulis maupun yang terlisan, sejak jaman kerajaan hingga jaman revolusi kemerdekaan hampir semuanya disisipi kisah kesaktian.

Masyarakat nusantara sejak lahir hingga meninggal dunia sudah akrab dengan hal-hal yang berbau supra natural, baik berupa kesaktian, karomah hingga mukjizat. Bukan sesuatu yang buruk, bila bisa menempatkan absurditasnya sebagai pengantar untuk meyakini akan adanya alam gaib.

Buruk, bila persoalan di dunia nyata dicari penyelesaiannya dengan cara gaib, karena tidak semua yang gaib adalah tentang Tuhan. Jin dan sihir juga gaib. Namun segaib-gaib Tuhan, tidak ada yang lebih nyata dari kehadiran-Nya yang meliputi semua ciptaan, sedekat urat leher sendiri.

Kalau trik sulap, jelas ilmiah hanya saja sebagian prosesnya disembunyikan.

Perbedaan antara trik sulap, kesaktian, karomah dan mukjizat bukannya tidak bisa dikenali oleh siapa saja, namun sebagai manusia terkadang kita masih mudah dibutakan oleh kemalasan dan keserakahan. Padahal sudah tahu, keberkahan adanya pada proses. Padahal tahu, seheboh-heboh kesaktian, karomah dan mukjizat, semuanya bukan Tuhan yang patut disembah.

Semoga makin berhati-hati berharap pada sesuatu yang dadakan. Tidak semua yang mendadak baik dan membaikkan, sekalipun berupa harta benda.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat