Haji Palli dan Haji Lallo

Haji Palli baru pulang berhaji bulan haji kemarin, setelah menabung 6 tahun dari hasil mengayuh becak. Kalau Haji Lallo, dia tukang kayu, pergi berhaji dua tahun lalu karena mendapat undian berhaji gratis, saat tarwih di salah satu masjid penyelenggara haji ONH plus di Makassar.

Setiba berhaji, Haji Palli kembali menjadi daeng Palli, mengayuh becak. Haji Lallo juga begitu, sibuk lagi dengan kayu dan balok, dipanggill daeng Lallo.

Sebagian warga kampung Parang, kampung di mana mereka tinggal, belajar tentang makna gelar haji dari sudut pandang mereka berdua. Bahwa mestinya gelar haji, pendidikan, status sosial, jabatan ataupun kebangsawanan tidak membuat penyandang merasa 'lebih' kemudian jumawa. Bagi mereka dipanggil 'daeng haji' atau 'daeng' tanpa haji di depannya, sama saja.

Gelar sekedar penegasan amanah dan tanggung jawab, yang tadinya lebih banyak diam-diam antara mereka dengan Tuhan. Kini, masih mau bersembunyi ataupun membuka diri, mereka tetap akan menjadi panutan warga kampung Parang, sebagai seseorang yang telah melaksanakan 5 rukun Islam.
 
***

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat