Seteru

Bila dalam politik tidak ada seteru abadi, apalagi dalam cinta? *mikir lugu*

Adakah mahluk, sifat atau sesuatu yang bisa dijuluki seteru (musuh) sekalian alam? Yang proklamirkan diri mau memusuhi manusia sepanjang hidupnya cuma iblis, toh tidak dibalas Adam A.S. dengan balik proklamirkan diri memusuhi iblis, hanya meminta perlindungan pada Tuhan.

Satu persatu jenis perseteruan bila dikuliti, sampai semua dalih pembenar permusuhan dibuang, musuh sebenarnya adalah diri sendiri semua pihak-pihak yang berseteru. Yang salah mungkin bisa lebih mudah mengakui (kemudian melakukan perbaikan) kesalahannya, bila tidak dipojokkan sebagai pesakitan. Yang benar juga jadi bisa menyadari, bahwa dia hanya menunggu giliran sebelum tiba masanya  berbuat salah.

Seteru politik bisa didamaikan kepentingan, karena kesamaan kepentingan dalam tempo tertentu. Bisa juga karena kesamaan kepentingan yang lebih besar, cita-cita berpolitik misalnya. Seteru cinta, sebenarnya tidak ada, hanya sedang menatap cinta sebagai obyek, belum menjadi subyek, menjadi cinta itu sendiri.

Pola mengembangkan diri dengan mencari atau menciptakan musuh seperti kucing-tikus sudah ada sejak dulu kala. Apa ada yang benar-benar menang? Populasi kucing dan tikus tetap bertahan tidak ada yang benar-benar menang atau kalah, malah ada yang bisa berdamai. Lebih menggelitik lagi untuk dipikirkan, bila tanpa pola 'bermusuhan' apa kehidupan masih berlangsung? Kalau saya, hidup masih akan terus berlanjut. Masih banyak persoalan lain yang bisa diatasi bersama-sama, ketimbang menciptakan musuh bersama.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat