Sedekah

Barusan belajar mengenali perbedaan dua jenis sedekah yang pernah kulakukan. Mau kubagi, dengan harapan jadi punya pembanding bagaimana keadaan ketika 'sedang ditugaskan' untuk ke suatu tempat, bertemu seseorang yang sudah menunggu sejak pukul empat sore. Tanpa saling kenal satu sama lain.

Situasi ini tidak istimewa sama sekali, sama biasanya dengan sedekah itu sendiri, yang diam-diam maupun terang-terangan.

Karena saya percaya, setiap manusia adalah 'petugas Tuhan' yang tugas sebenarnya berbagi kebaikan.

Atau dengan bahasa sok ilmiah, sedekah itu sekedar menjalankan hukum alam yang selalu mencari keseimbangan, yang berkelebihan dengan sendirinya mengalir pada yang sedang kekurangan, terpaksa atau sukarela.

***

Sedekah dalam konsep agama dijanjikan balasan yang berlipat ganda. Ada yang langsung diterima di dunia, ada yang nanti setelah mati.

Sedekah dan kebaikan dimisalkan bagai memiliki pohon bercabang 70, tiap cabang beranting 70 dan tiap ranting berbuah manis.

Dari pengalaman pribadi, apakah semua ranting berbuah dan bisa dipetik, tergantung kadar keikhlasan dan niat. Bila diniatkan ingin dipetik semasa hidup, lipatan balasannya juga datang semasa hidup. Coba deh.

Paparan di atas kusebut kondisi pertama dari sedekah yang pernah kita lakukan. Ujiannya ada tiga: pertama, menjaga hati dari dorongan ujub dan riya; kedua, kalkulasi keluarkan receh atau puluh/ratus ribuan; ketiga, kalkulasi pahala dan barter imbalan lain yang dijanjikan Tuhan lewat sedekah. Kesemuanya bersifat rahasia, antara yang bersedekah, penerima sedekah dan Tuhan Yang Menyaksikan.

Kondisi kedua, kita seolah 'dipaksa' dan 'dikondisikan' bersedekah, tapi tidak merasa terpaksa (kembali, kadar terpaksa atau tidak, sifatnya personal, hanya Tuhan dan yang bersedekah yang tahu).

Kondisi ini, bila luput dari kita, menurutku, maka kita termasuk orang yang merugi. Rugi besar. Jarang-jarang Tuhan memposisikan kita dalam keadaan harus berbuat kebaikan, 'tanpa peduli' peperangan dan kalkulasi dalam hati dan kepala kita, pokoknya kita harus berbuat baik.

Dari kejadian barusan, saya mengenali beberapa tanda. Pertama, jumlah uang di kantong kita, kurang lebih sama dengan jumlah yang dibutuhkan oleh mereka yang telah diatur Tuhan untuk bertemu kita.

Tanda kedua, pertemuan itu tidak bisa dihindari. Ada saja sebab hingga kita harus tetap bertemu dengan mereka. Mau beli tiket kereta untuk besok, penjualan langsung nanti 3 jam sebelum keberangkatan, sudah mau pulang tapi petugas loket mengarahkan ke kasir mini market, supaya beli di sana sekarang, tinggal 3 seat. Keluar dari kasir, dia sudah menunggu.

Tanda ketiga, sebelumnya ada kejadian yang memaksa kita mencapai kadar keikhlasan yang dibutuhkan untuk bersedekah. Saya berhitung, tadi siang pulsa habis begitu saja karena lupa periksa, sms pemberitahuan paket data sudah aktif ternyata belum masuk. Tanpa beban, bisa bilang sudahlah, anggap sedekah salah alamat. Sorenya diberi alamat yang bener, hayo..

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat