Nagabonar, Bujang dan Lukman*

*kutipan adegan film Nagabonar

“Tidak terima aku bang. Masak pangkat aku kopral? Sementara si Lukman abang beri pangkat mayor. Kurang apa pengabdian aku pada abang!” protes Lukman pada Nagabonar saat pembagian pangkat.

Sebelum pasukan Nagabonar bertemu untuk berunding dengan pasukan Belanda yang dipimpin oleh seorang Kolonel. Mereka sudah bersiap-siap, termasuk dengan membagi-bagikan pangkat agar tidak dipandang sebelah mata oleh pasukan belanda. Pasukan Nagabonar hanya sekumpulan gerilyawan tanpa pendidikan dan pangkat formal ketentaraan.

“Semua keperluan abang dan emak abang aku yang urus, sementara si Lukman sibuk dagang beras, mengambil untung tapi tidak masuk ke kas pasukan. Minimal pangkatku sejajar si Lukman.”

“Heh Bujang! Jangan kau suruh lagi aku protes si Lukman, bisa habis pangkatku diturunkannya. Tadi aku minta pangkatku marsekal biar enak disebut orang-orang kampung, itu si Nagabonar, marsekal lubuk pakam, malah diturunkannya jadi jendral. Kalau kuprotes lagi pangkatmu sama Lukman, besok ketemu belanda aku sudah kopral.”

“Terserah abang lah..” Bujang tetap merajuk.

“Jangan begitu bujang. Pangkat kau sekarang kunaikkan dari sersan menjadi sersan mayor, persis di bawah si Lukman yang mayor, tapi nanti besok baru kuminta ijin Lukman. Kalau dia sudah mulai tenang. Kecuali Mak ku, tidak ada yang bisa mendebat si Lukman.”

Pagi-pagi buta sebelum Nagabonar bangun, Bujang yang menabung kesal semalaman, pergi memakai seragam, tanda pangkat jendral dan bedil milik Nagabonar. Menyerbu benteng Belanda, sendirian.

Bujang anumerta. Nagabonar meraung-raung berduka seharian, tanpa sekalipun melampiaskannya pada Lukman, yang memberi Bujang pangkat sersan, sebab Bujang kecewa. Lalu nekat menyerbu benteng Belanda sendiri.


***

Selain adegan Nagabonar merayu Kirana dengan lagu melayu dan petikan gitar, adegan di atas juga termasuk kesukaanku. Betapa seorang mantan copet seperti Nagabonar bisa jernih meletakkan duduk perkara. Kepentingan lebih besar tidak menjadi keruh oleh riak yang cukup menguras emosinya.


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat