Oleh-oleh Jum'atan Kemarin: Ikhlas

Jarang kepingin posting perihal 'beragama' secara tekstual, lebih baik berhati-hati jangan sampai teks, konteks hingga aktualnya jalan sendiri-sendiri, beda kata, maksud dan laku. Selain rasanya kita sudah kebanyakan teks dan konteks, kekurangan pelakon 'dakwah bil hal' di 'panggung', yang sembunyi-sembunyi masih banyak. Tapi karena ceramah Jum'at khatib kemarin memang bagus jadi tidak tahan untuk berbagi, isinya tentang ikhlas.

Beberapa garis besar yang bisa terpungut: Ibadah yang ikhlas walau sedikit tapi teratur, lebih baik dari pada ibadah yang banyak tapi tanpa hati dan karena harap pujian, sebutan, julukan dan mungkin juga karena harap pahala (mestinya harap ridha?); Ikhlas hanya bisa dicapai bila dari niat hingga tata cara sudah benar.

Tidak ada kejadian yang berdiri sendiri. Usai khatib ceramah, saat shalat dimulai jama'ah, ada kejadian yang masih satu konteks. Imam jumatan bacaan tajwidnya sendu. Beberapa jama'ah terbawa dengan lantutan bacaan. Saya tidak termasuk yang terisak, malah sibuk menganalisa *ampun Tuhan* apa kaitan ikhlas dalam mendekati khusyu' ketika shalat, apa imam bisa mengantar semua makmun menuju 'ikhlas melakukan shalat' (salah satu pintu khusyu') lewat pilihan ayat bacaan dan tajwidnya?

Bila dianalogikan imam adalah seorang penyanyi. Lirik lagunya ayat yang dibaca, dan nadanya adalah lantunan tajwid. Maka ada pendengar yang terharu karena isi lirik lagu, ada yang nangis karena nadanya, ada juga yang terisak karena penyanyinya idola dan kesayangan.

Namun (mungkin) masih sedikit yang bisa meneruskan 'haru' karena "Dia" yang menciptakan lirik lagu, dentingan nada, suara sang pelantun dan penyebab mengapa bisa berada di sana, mendengar sebuah lagu merdu dinyanyikan.

Mungkin "ikhlas" adalah sebuah proses berkelanjutan. Kita tidak bisa mengukur sudah seberapa ikhlas, tapi masih bisa mengukur sudah sekeras apa usaha kita mendekati ikhlas. Wallahu'alam.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat