Selamat Jalan Om Ancung

Barusan terima beritanya, pukul 21 WITA Kamis 27/2 berpulang di Makassar. Hampir bersamaan dengan tabrakan dua sepeda motor depan rumah di Padangpanjang, satu orang meninggal di tempat.

Beruntung pernah mengenal dan akrab dengan orang unik seperti Syamsun Ayun Lili. Perintis band tua di Makassar, JPL band, dedengkot drag race di Dago dengan Peugeot pemberian keluarganya (kelak dikirim ke Makassar, antik, setir kiri, masih jalan dan membuat banyak cerita lucu dengan kami), mendiang salah satu aktifis "Malari" dari fakultas seni rupa ITB, menolak NKK/BKK, selamat oleh salah seorang pamannya petinggi ABRI, kakaknya masih walikota Makassar ketika itu.

Mendiang termasuk terlambat menikah, nanti usianya sudah 45 tahun lebih. Saking senangnya, undangannya saya minta yang bikinkan, 200 lembar undangan manis dan sederhana, dari karton concorde warna abu-abu, kami hiasi dengan tinta biru, semuanya buatan tangan. Tanda sayang pada seseorang yang kami anggap om sendiri. Main dan nongkrong dari 3 generasi di atas kami, tapi tidak sekalipun menganggap kami anak bawang. Mungkin lagu-lagu tua favorit mendiang sering kuputar beberapa hari ini, bagian dari pertanda. Wallahu'alam.

Semasa SMA, dia yang meracuni pikiran kami tentang Bandung, kota dimana inspirasi bisa dipungut dari tepi jalan, kata dia. Sebelum menikah dan ketahuan positif diabetes, mendiang alkoholik, tapi benci pada semua jenis aditif sintesis dan kimiawi lainnya. Beberapa kawan yang dulu pemakai, pernah merasakan dibuat duduk tidak berdaya diceramahi dan dimusuhi.

Semasa kuliah, dia juga yang meracuni kami. Kampus dan pendidikan formal lainnya bagus untuk menjadi tempat mengambil dasar-dasar ilmu pengetahuan dan cara berpikir ilmiah. Sekolah berkelanjutan selanjutnya ada di luar kampus. Bila dasarnya sudah dapat, keluar saja sebelum kalian keburu terpatron tak merdeka.

Mendiang meninggalkan dua anak dan seorang istri. InsyaAllah tidak dalam kesusahan materi, walau urakan dengan hidupnya sendiri, mendiang tidak mau orang-orang yang dia cintai menderita oleh sebab yang bisa diubahnya. Setelah menikah, sempat sekantor dengannya. Saya masih kuliah sambil magang, mendiang salah satu owner, perusahaan Arsitektur dan Desain Interior. Dari sana saya belajar, dibalik urakan dan ketidakberaturannya, ada harmoni yang terjalin rapi jali. Kudapati sedang menyusun keuangan keluarga, tabungan pensiun dari hasil pembagian warisan. Saya sudah tenang An, sertifikat tabungan ini bisa menjamin sekolah anak-anakku hingga S2, kecuali kalau mereka mau drop-out juga seperti saya.

Tadi subuh datang dalam mimpiku, memeluk, menjabat tangan dan mencium pipiku. Tahun ini An, jangan tunda lagi, jangan seperti saya, bisiknya. Selamat jalan om Ancung.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat