Maulid


Kini, hanya bisa mengenal kemuliaan Rasulullah SAW dari kisah-kisah di Qur'an, kumpulan hadits, ceramah, buku-buku dan penuturan orang-orang berilmu. Ada satu buku yang berkesan sekali, kalau tidak salah ingat judulnya "Senyum-senyum Rasulullah". Bukunya kecil, tidak terlalu tebal, selalu kubawa-bawa semasa SMA, buat sok-sokan diantara teman-teman kelompok Studi Islam Intensif, karena saya ketua organisasi ekstra kurikelernya, angkatan pertama sekaligus yang terakhir :D
Isi buku itu agak berbeda dengan buku-buku lain yang menulis tentang Beliau SAW, yang cenderung tidak bisa menahan kecintaan pada Beliau, hingga menggambarkan baginda Nabi SAW sebagai sosok manusia setengah dewa.

Dalam buku kecil itu, Baginda Nabi SAW tidak lebih sebagai sosok manusia biasa, sederhana, murah senyum, cerdas dan pengasih. Manusia biasa, sesuatu yang kini nampak lebih sulit mencapainya ketimbang menjadi unggul, hebat, berprestasi, super dan lain-lain.

Beberapa kisah yang teringat, resminya ini berbentuk hadits, tapi saya lupa siapa periwayatnya, semoga konteks dan maknanya tidak.

Suatu hari seorang sahabat mampir ke rumah Rasulullah, tanpa sengaja sebongkah batu kerikil dari pinggang untuk menekan perut menahan lapar, terjatuh, "Saya belum makan seharian." Rasulullah tersenyum, kemudian menyingkap pinggangnya, "Aku juga mengganjal perutku dengan batu kerikil, dua buah kerikil malah."

Kisah kerikil penjepit pinggang untuk menunda lapar, menginspirasi saya dan teman-teman semasa suka naik gunung. Sering terjadi kehabisan ransum, ransum basi, atau ransum dihabiskan seseorang diam-diam. Batu kerikil cukup ampuh untuk meredam perut lapar, cobalah :D

Di sebuah majelis, Rasulullah SAW, para sahabat dan Ali bin Abu Thalib sedang menyantap buah Korma. Setiap korma yang Beliau makan, kulitnya ditaruh di depan Ali, hingga habis. "Lihatlah tumpukan kulit korma depan Ali, nampaknya diantara kita, dia yang paling banyak menyantap korma." Ali menjawab, "Wahai kekasih Allah, setidak kulitnya tidak kumakan. Di depan Rasulullah kulitnya pun tak ada." Meledaklah tawa para sahabat, dan Rasulullah tersenyum hingga kelihatan giginya, sesuatu yang amat jarang.

Begitulah cara Rasulullah mengantar pemahamannya tentang kecerdasan Ali RA kepada para sahabat. Sesudah berkelakar, Beliau menyambungnya, "Sesungguhnya bila aku adalah taman ilmu pengetahuan, maka Ali bin Abu Thalib adalah gerbangnya."

***

Shalawat dan salam bagimu, duhai manusia mulia pembawa cahaya, utusan Allah, dimana cinta terhimpun.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat