(Masih) Tentang Angkot

Akhirnya dapat juga wangi ketek di atas angkot penuh sesak kemarin. Pas duduk di belakang pak sopir, angin dari jendelanya yang terbuka langsung ke muka. 'Berkah' ini memang buatku.

Dari sekitar 25 hari naik angkot semuanya pulang pergi, total jadi 50 angkot, dapat 'wangi' ini baru sekali. 1 berbanding 50, betapa beruntung.

Pas naik hanya ada satu kursi kosong. Penumpang di deret berikutnya sampai rela pangku-pangkuan, supaya aku dapat kursi. Jebakan batman. Setelah duduk, mereka yang di deret berikutnya bernafas lega seperti baru bebas dari beban berat, senyum terima kasih yang baru ketahuan untuk apa pas angkotnya jalan. Sempat pakai parfum sedikit, wanginya buat mereka yang duduk di deret sesudahku, wangi pak sopir buatku. Hari ini dapat jatah fungsi jadi parfum angkot, bukan eksplorer obrolan penumpang. Nafas aja susah, bagaimana mau nguping obrolan bersahaja penumpang lain.

Buatku pakai parfum akibatnya lain, untuk para penumpang di sampingku akibatnya juga lain. Habis mandi kepengen pakai parfum yang dibelikan adek di Makassar, anak-anaknya biasa semprotkan parfum ini ke badannya buat main. Kangen, becanda dengan mereka yang lucu-lucu. Aroma obat rindu yang mujarab.

Beragam akibat bisa muncul dari satu sebab. Kebetulan? Mungkin. Takdir? Mungkin juga, yang pasti kejadian sore kemarin itu membuktikan tidak ada satupun 'gerakan' kecil kita yang tidak memberi efek (atau sudah ditunggu efeknya) pada lingkungan di luar diri kita. Kita tidak bisa menduga apa akibatnya sebuah aksi kecil kita pada yang lain. Padaku jelas, mengobati rindu.

Kita hanya bisa memastikan 'akibat ikutan' dari sebuah aksi kecil kita akan membawa kebaikan, bila sedari awal aksi itu juga baik bagi diri sendiri.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat