Niat Saja Tidak Cukup*

*nguping tausiah usai Isya di masjid dekat rumah.

Malam ini gak motret MTQ, lomba nasyid dan shalat jenazah di sana. Kemarin juga tidak jadi. Salah seorang panitia yang masih keluarga dekat, aku ajari bagaimana pakai mode auto di kameraku dengan baik dan benar. Sekutip dua kutip dia sudah bisa bikin foto dokumentasi kegiatannya.

panggung untuk ngaji mirip pelaminan
Kembang desa yang jago-jago ngaji pada keluar rumah semua kalau ada keramaian begini, ayu ayu pisan. Mending dengar dari rumah. Aman.

Kemarin pas pembukaan acara, tausiahnya ringkas, karena ada banyak sambutan-sambutan pembukaan. Tapi tadi pas malam ini, malam kedua nggak. Malah ada dua kali uztas meminta tambahan waktu 30 menit, dan jama'ah setuju.

Memang asyik tausiahnya. Dia bercerita tentang beberapa "keajaiban" niat dari beberapa orang yang dikenalnya, dengan taraf ekonomi pas-pasan tapi berhasil karena kesungguhan niat. Tapi niat saja tidak cukup, sambungnya. Karena niat kepingin ke tanah suci Makkah itu bukan hanya milik para ahli ibadah. Pencuri dan pelacur sekalipun yang beragama Islam bila ditanya apa ada keinginannya ke tanah suci, pasti akan menjawab; iya kepengen. Jadi bila kita hanya punya niat, maka tidak ada bedanya dengan pencuri tadi. --Aku kesindir banget soal niat ini. Niat nikah sejak SMA, sampe sekarang masih niat doang. Tapi tidak sudah ada langkah konkritnya kok, insya Allah upgrade tahun ini, aamiin.
***

Kisah pertama, seorang pemuda dari dusunnya yang baru lulus kuliah di Jakarta pulang kampung dan menemui sang uztas. Dia baru saja mengirim balasan untuk lamaran pekerjaannya yang diterima sebuah kantor. Balasan tentang gaji yang diminta sebelum dia ditempatkan di Korea Selatan. Dia minta 50% gajinya ditabung perusahaan untuk tabungan haji dan 50% sisanya ditabung perusahaan untuk membangun masjid kecil di Korea Selatan, tempat dia akan berkantor.

Pemuda itu dipanggil oleh pimpinan persahaan tersebut ke Jakarta. Dia ditanya, untuk kamu hidup apa kalau semuanya mau ditabungkan? Allah akan mencukupkan kebutuhan mereka yang berjuang menegakkan agamanya, jawab si pemuda.

Ya sudah, bulan depan kamu temani saya umrah, habis itu kita ke Korea sama-sama mencari lokasi untuk masjid, sekalian kamu yang jadi imam masjidnya. Jawab pimpinan perusahaan itu.

***

Kisah kedua, seorang ibu pedagang sayur. Saking rindunya ia pada Ka'bah dibelinya poster bergambar suasana tawaf di Mekkah. Kemana-mana dibawa-bawanya poster itu. Di masjid dekat rumahnya, setiap usai shalat, tidak peduli dilihati jama'ah yang lain, posternya dikeluarkan, dibentangkan, lalu dicium-ciumnya. Aku belum mampu kesana, tapi gambar hajar aswaad sudah bisa aku cium kapanpun aku mau.

Ramadan tahun kemarin seorang perantau yang pengusaha mudik. Ditemuinya sang uztas minta dicarikan dua orang jama'ah masjid yang sudah siap untuk berumrah, ia yang akan membiayai. Uztas dan jamaah serempak menunjuk ibu yang selalu membawa poster Ka'bah, dia yang pantas berangkat umrah.

***

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat