Gambar Besar


Hari ini aku belajar; sebesar-besarnya gambaran besar yang bisa aku kumpulkan dari keping mozaik, gambar besar itu toh mozaik kecil juga, dari gambar yang lebih besar lagi. 


Cetakan kutipan di tissue kafe dan toko donat, menutup mozaik perjalanan hari ini, jadi satu keping yang kelihatannya besar, tapi sebenarnya keping kecil dari gambar yang lebih besar lagi.

Seperti kentut, terkadang kita terlalu sibuk memaki baunya, padahal kentut hanya bagian kecil dari sebuah proses besar, residu kasat hidung dari proses panjang dan lama soal memenuhi kebutuhan perut termasuk bagian dari harap-harap cemas hanya mengisi perut dengan yang baik-baik, sumber, sifat dan zatnya.

Kutipan itu melengkapi banyak mozaik tentang tujuan perjalananku ke Jakarta bahkan bertahun-tahun sebelumnya, tapi sudah ngantuk.. Tentang bapak Ojek saja yang sempat aku posting. Pak Ojek yang nganter aku ke gerbang kompleks perumahan Harapan Indah dari pondok Kelapa.

Di seberang kali Malang, ada pangkalan ojek. Sudah sore, untuk menembus kemacetan jam pulang kantor di Jakarta, naik sepeda motor pasti lebih cepat sampai. Janjian sama teman yang juga mau ke Bandung besok pagi di gerbang komplek Harapan Indah. Aku tidak tahu sejauh apa dari kali Malang, pak Ojek juga tidak tahu, tapi kami berdua sudah pada pede saling menawar harga dengan urat leher tegang.

"Tiga puluh ya pak sampai depan gerbang aja kok, gak usah masuk."
"Lima puluh deh. Jauh itu." Matanya mulai membelalak, sambil pamer tatto di dagunya.
"Empat puluh." Bola mataku juga membesar.
"Cari yang lain aja." Dia mengalah tapi tidak kalah.
"Iya deh, gocap jadi pak" Aku yang kalah.

30 menit pertama, wuih berasa naik motoGP. Entah si bapak kesel, atau memang suka nyalip-nyalip. Menit ke 45 nyaris gak bergerak kejebak macet, dan akhirnya nyampe di jalan Bekasi Raya. Si bapak menepi, "Pak coba tanyain sama orang, masih jauh gak.."

2 kilometer lagi. Mendadak aku merasa menang. Wek! Gocap juga masih murah kalo jauhnya segini. Senyum penuh kemenangan naik kembali ke boncengan, lurus aja pak, gak jauh lagi kok. Jauh dekat tanpa satuan jarak = meneketehe. Si Bapak mulai ngeluh jaya, waduh pak ternyata jauh banget, mana kalo aku balik masih kena macet, nyampe rumah bisa jam 9 nih. Aku biarin, ngeluh aja terus, abis itu kan anteng.

Akhirnya nyampe di gerbang Harapan Indah, aku kasi duit pastinya lebih, tapi gak tau lebih berapa, karena duit di kantong aku gulung-gulung jadi bola. Bilang terima kasih terus lompat masuk ke mobil teman yang udah nunggu di sana. Aku menang 2-0, wek! :D

Semoga si bapak bahagia, sebahagia aku yang coba bikin dia bahagia. The sweeter togetherness.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat