Rahasia Umum

Kalau KPK sudah punya gedung baru dan tambahan penyidik baru atau sekarang saja, pekerjaan berikut mungkin mengubah "rahasia umum" dan kelaziman "tahu-sama-tahu" menjadi fakta, korupsi yang diam-diam sudah umum dan tenang-tenang saja dilakukan.

Dari kasus-kasus korupsi yang berhasil diangkat dan diungkap KPK, lembaga "benteng terakhir takeshi" ini sudah paham betul di titik-titik mana praktek korupsi pada proyek dan anggaran kerap terjadi dan menjadi, sisa melebarkan wilayah operasinya ke daerah. Walau sebenarnya lembaga penegak hukum yang bersih juga sama pentingnya. Semoga bisa jalan paralel. Puji Tuhan ada internet, banyak "rahasia umum" yang menjadi "fakta" di internet, bisa membantu "mengawal" proses "bersih-bersih" lembaga yudikatif, juga lembaga lain ekesekutif, legislatif, media dan termasuk KPK sendiri.

Di daerah juga begitu kok pintunya.
  1. Saat pembuatan/pengusulan kegiatan dan anggaran program kerja SKPD melalui pintu masuknya usulan program, eksekutif (SKPD, satuan kerja perangkat daerah, setingkat dinas) dan legislatif (DPRD), yang kita sudah tahu-sama-tahu seringkali program tersebut merupakan hasil kreasi pihak ketiga (kadang --tapi langka-- tidak sepenuhnya programnya berorientasi keuntungan bagi pihak ketiga , tapi memang untuk masyarakat). Pihak ketiga "kepercayaan" dan "kesayangan" sudah "lazim" dilibatkan oleh eksekutif/legislatif dalam penyusunan program atau RKA (rencana kegiatan dan anggaran), berupa ide mentah atau usulan program kegiatan yang sudah lengkap dengan anggarannya. Bukan berarti SKPD tidak punya SDM untuk merancang program sesuai TUPOKSI, aku yang pernah menjadi tenaga ahli "pihak ketiga" merasakan hilangnya GBHN dan REPELITA adalah salah satu sumber kegamangan penyusunan program berkelanjutan bervisi jelas oleh SKPD.
  2. Saat memperjuangkan agar anggaran suatu program disetujui dan dianggarkan. Ini tahu-sama-tahu juga. Saat pembahasan anggaran, SKPD atau pihak ketiga yang sedang memperjuangkan programnya agar dianggarkan sudah menyiapkan sejumlah "mahar". "Mahar" di sini bukan seperti mas kawin yang dihitung habis, apalagi bila itu program "milik" pihak ketiga, sumbernya pasti dari "sisipan" angka di anggaran programnya, kecuali bila pihak ketiganya Sinter Klas.
  3. Saat proses tender proyek dan penentuan pemenang. 
  4. Saat proyek berjalan, pembuatan laporan kemajuan pekerjaan, pencairan termin, pengawasan dan lain-lain.
  5. Saat masa garansi proyek.
  6. Saat pengusulan anggaran pengubahan. 
  7. Saat tutup buku anggaran tahunan.
Poin 1-7 dengan praktek kurang lebih mirip berlangsung hampir di semua bidang atau instansi, termasuk dengan yang aku alami dengan hibah dana wirausaha mahasiswa yang satu unit/ kelompok mahasiswa penerimanya pernah aku tangani di Palu beberapa tahun lalu yang macet. Sedang berusaha aku selesaikan bagaimana supaya dananya bisa kami kembalikan, setelah dipotong kerugian. Dana-dana penelitian para peneliti di kampus juga demikian, banyak potongan tidak jelas.

Poin 7 paling mudah dikenali. Menjelang tutup tahun anggaran, biasanya SKPD yang tingkat penyerapan anggarannya "agak aneh" dan timpang; program habis, tapi anggaran masih ada sisanya atau; program dan dana ada tapi waktu perealisasian program sudah tidak cukup. Entah bagaimana pola pikir dan aturannya, katanya setiap tahun semua anggaran semua harus habis "termanfaatkan", kalau ada sisa dan dikembalikan, pagu anggaran mereka akan disesuaikan dengan tingkat penyerapan. Muncullah program dan kegiatan "aneh" sekedar untuk habiskan anggaran.

Membedakan program kerja dan anggaran yang memiliki "visi" dengan yang tidak, lihat "sifatnya" saja. Bila "inovatif dan progresif" berarti punya visi, bila "antisipatif dan normatif" berarti tanpa visi atau memang kegiatan pemeliharaan.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat