Memanusiakan Diri Sendiri

Ketika orang lain, lingkungan atau kantor tempat kita bekerja tidak menganggap kita manusia. Kita tidak lebih sebagai angka-angka statistik; komponen dalam mata rantai produksi; atau perangkat pendukung (pembantu), itu bisa terjadi karena dua hal: pertama; kita memang sedang "berfungsi" sebagai komoditi atau perangkat di sebuah sistem, kedua; yang pertama hanya bisa terjadi bila kita mengijinkan (bahkan menginginkan) itu.

Sepasang suami isteri pemulung yang berkurban dua ekor kambing di hari raya Idul Adha memberi contoh tentang harkat dan martabat sebagai manusia, toh pemulung di mata kita kadang masih terlihat "hopeless" dibanding para TKI yang naik pesawat, beberapa main facebook dan twitter, ada juga yang upload video lucu mereka di youtube. Setelah harga jasa TKI di "sale" diskon 40%, baru pada tersentak, kita tidak dianggap manusia. Mungkin karena kita belum bisa memanusiakan diri dan bangsa sendiri.

Walau TKI, pemulung atau profesi lain yang dalam aktifitasnya lebih banyak menggunakan otot daripada otak, bagi sebagian orang itu bukan profesi atau jalan mencari rejeki yang nampak "terhormat" (di mata manusia) namun mereka tetaplah "pahlawan" bagi diri mereka sendiri dan lingkungan terdekat. Keberadaan mereka tidak jadi beban.

Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat