Hikmah 1 Syawalku: Ozzy

Tahun ini tahun penuh "drama". Drama, berisi tragedi dan kebahagiaan yang aku maksud ini terjadinya di dunia nyata, di lingkungan sekitarku. Kalo yang di linimasa mah buatku bukan drama tapi latihan meruntuhkan ego dan membaikkan diri masing-masing. Alhamdulillah.. Rasa-rasanya makin hari aku makin nyaman dengan diriku yang sekarang, artinya ada perbaikan, insya Allah, amiin.


Heheheu.. Entah, update status ponakanku itu bentuk "protes" pada Tuhan atau bukan, tapi aku amini. Kuyakini ada skenario Tuhan dibalik semua kisah hidup, selain skenario yang "seolah" adalah buatan kita sendiri, apalagi sehabis menelusuri arsip-arsipku di internet jauh beberapa tahun ke belakang. Betapa sebenarnya Tuhan "bekerja" dengan indah menuliskan garis tangan tiap manusia. Tiap kejadian hari ini adalah rangkaian indah manik-manik atas apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi, kadang baru bisa kita sadari pendar warna-warni dan kilau kelamnya setelah cukup banyak manik terangkai, atau rentang waktu antar kejadian cukup untuk menarik garis, membuat proyeksi.

Kemarin pas berkeliling silaturrahim lebaran, aku ketemu Ozzy ( bukan nama asli, laki-laki, 20 tahun, yatim sejak usia 11 tahun, sekarang pegawai back office  salah satu bank pemerintah di Makassar, kerja sambil kuliah) termasuk anak yang aku lihat sendiri perkembangannya sejak usia belum sekolah sampai kemarin (walau tak tiap hari). Ia anak tertua dari 3 bersaudara, ayahnya (kawanku) anak kedua dari 11 bersaudara, mandor bangunan yang terkena stroke sepulang dari salah satu lokasi proyeknya di tahun 2001. Anak ini jadi "bintang" di tengah kisah tragedi pedofil yang menimpa keluarga besarnya. Di sana ia menjadi pucuk yang tak menunduk merutuk, ia mengajari keluarga besarnya bagaimana tragedi dan pesta bahagia itu soal dimana kita berdiri dan berani menatap kenyataan. Menghadapi kenyataan ia mulai dengan menatapnya, lalu menerima, kemudian terus berjalan. Ia mengajari bukan dengan kata, tapi dengan kisah hidupnya.


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat