Benang Merah

Ada lagu dolanan semasa kecil "Cik-cik Periuk" tapi yang ini versi bahasa Makassarnya jadi "Ciki-ciki Pariuk". Bait terakhir dari lagu itu, ...ni sikko bannang eja!* (*diikat benang merah!..)

Malam ini aku kehilangan benang merahku! Benang merah sesungguhnya, bukan kiasan kehilangan kekasih atau yang lain. Benang merah yang menghubungkan aku dengan kesadaranku, benang merah yang menghubungkan aku dengan non-aku, benang merah yang menghubungkan aku dengan masa lalu, masa kini dan akan datang, benang merah yang selalu berhasil "membumikan" aku kembali disaat "terbang" terlalu tinggi atau "terhempas" terlalu dalam. Seperti ada hijab (dinding pembatas) antara aku dan "benang merah" yang ingin aku raih malam tadi, tanganku menggapai-gapai dan hanya berhasil meraih angin. Apa laku yang telah kuperbuat hingga tercipta dinding hijab?

Kupastikan dalam darahku masih mengalir zat yang membuat amal ibadah tidak diperhitungkan selama 40 hari dan atas belas kasihan-Nya aku bisa berharap niatku bisa aku pertanggung jawabkan bila itu hanya berupa pertanggung jawaban silat lidah dan adu akal, tapi sungguh aku tidak sanggup bila telah tiba waktu dimana aku harus menjelaskannya sendiri dihadapan-Nya.

Kupastikan juga tulisan-tulisanku di blog ini yang ter-feed ke beberapa situs lain, telah membuatku euphoria dan ujub, dan aku berniat untuk merenungkan lebih dalam lagi bila ingin berbagi kebaikan. Bila hanya berbuah ujub dan riya' sekiranya biarlah niat baik itu menetap dalam hati saja. Aku masih jauh dari ikhlas dan aku tidak mau kehilangan benang merahku lagi.




Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat