Setelah membaca buku I dan buku II, benar selalu ada hal-hal baik sekalipun dibalik sesuatu yang cenderung berkonotoasi negatif, seperti sihir misalnya. "Picatrix" ada enam buku, cuma nemu dua buku yang tersedia versi PDF dan bisa diunduh gratis (entah bagaimana awalnya sampai bisa menemukan link untuk mengunduh Picatrix, membacanya, kemudian riweh sendiri). Walaupun "Picatrix" dimulai dengan 'Basmalah' dan banyak menaruh catatan bahwa setiap sihir, upaya, hanya akan berhasil jika disetujui Tuhan untuk mewujud, tetapi di bagian lain ditekankan pentingnya menselaraskan diri dengan makro-kosmos untuk jaminan keberhasilan setiap usaha sihir. Sementara baginda Nabi SAW tegas melarang mengaitkan nasib, takdir, dengan bintang, kicau burung, dan hal-hal lain yang lebih tepat dianggap sebagai pertanda sebuah takdir dan nasib, bukan penentu takdir dan atau nasib. Bisa sekali aku yang awam dengan sihir salah, dan mungkin sekali Ghayat Al-Hakim benar, atau kami berdua
Ejapi tompi na doang (makassar idiom; nanti merah baru boleh disebut udang, kira-kira maksudnya sama dengan, hajar aja dulu yang lain urusan belakangan). Idiom itu aku ingat pas tahu ternyata Indonesia dan Malaysia lagi perang "tulisan" lebih tepat disebut perang "caci-maki" daripada perang tulisan, namun beberapa tulisan dari pihak Indonesia masih berimbang dan lebih berkesan ilmiah (kadang beneran ilmiah, kadang cuma kesannya doang yg ilmiah ;) dibanding tulisan pihak Malaysia yang memang murni caci-maki aja isinya kalo ga bisa dibilang provokasi. Saya memang gak suka pada banyak kebijakan dan sikap pemerintah Malaysia (bukan rakyatnya) yang saya yakin (yakin banget) mereka tahu bahwa kebijakan dan sikap mereka itu bisa membuat marah orang Indonesia, dan memang kami sudah marah (lho? kok kami? aku ikutan dong? :). Terlalu naif bila pemerintah Malaysia tidak pernah memikirkan kemungkinan pecah perang antar warga Indonesia & Malaysia di internet seperti sekar
Sekitar tahun 1999, beberapa tahun setelah resmi meninggalkan lingkungan kampus secara fisik, karena jatuh cinta pada dunia praktik. Tempat di mana aneka teori, hukum, dan hipotesa lahir kemudian terlahir kembali, mendadak seorang kawan menelepon. Mengajakku kembali ke kampus. "Gratis. Cuma sehari, makan siang, kopi, dan yang terpenting, ada perdebatan dengan gambaran dan suasana berbeda yang kau miliki selama ini, tidak seperti rapat-rapat settingan pengkaderan kepemimpinan di organisasi kampus, atau yang kau lihat di tipi-tipi," katanya panjang lebar, berusaha menghilangkan keraguan yang tergambar jelas dalam suaraku. "Debat tentang apa? Antar siapa atau antar apa?" "Topik debatnya saya sama tidak mengertinya denganmu, tentang kesehatan calon ibu untuk menekan angka kematian bayi dan ibu." "Lalu apanya yang penting?" "Lihat dan nilai sendiri, saya pernah mengikuti sekali. Debat tertutup, tapi denganku kita bisa duduk di bangku pa