Ikut Mana? Hati atau Nalar?

Dari sebuah milis aku pernah membaca sebuah kisah luar biasa tentang "Makna Senyuman Tulus", kisah ini ada di blog FS, ada kalimatnya yang bagus: "Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu!"

Setuju! Masalahnya, bila ternyata anda berinteraksi dengan seseorang menggunakan nalar sementara dia juga yang memenuhi hatimu. Ikuti yang mana? Nalar? Hati? Atau balik belakang pergi jauh seolah tidak terjadi apa-apa seperti yang sudah-sudah?

Bila aku yang mengalami itu, aku tidak tahu akan mengikuti yang mana, keduanya sama sulitnya. Oke, aku bekerja di bidang yang amat mengandalkan nalar dan akal sehat walaupun dalam keseharian aku lebih banyak menggunakan "rasa" atau "mood" sebelum mulai bekerja, mungkin ini andil 5 tahun ikut sanggar seni rupa di benteng Ujungpandang atau memang aku terlahir "sensi", entah. Dalam teknologi informatika code dan script hanya bisa berjalan bila logikanya benar, salah berarti ada bug, error, divide overflow dll. Tidak ada tempat untuk "rasa", semuanya harus logis begitulah bahasa mesin.

Ada satu hukum yang aku jadikan prinsip setelah membaca buku "Wastu Citra" saat kuliah, karangan alm. Romo Mangunwijaya, kata beliau dalam kaitannya mengenai ilmu struktur bangunan: "Yang Benar Itu Pasti Indah" lalu diperlihatkanlah foto-foto struktur bangunan, jembatan dan bendungan yang sama sekali tidak memasukkan unsur "estetika" dan "filosofis" dalam desainnya, hanya peduli pada "fungsinya" toh bangunan itu tetap kelihatan indah karena benar secara struktur dan matematis.

Ah, sudahlah! Seberapa dalampun aku berusaha menggali, cinta tetaplah sesuatu yang absurd. Aku mengatasnamakan realistis, akal sehat dan sebagainya karena tidak bisa menjelaskan apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam hatiku.


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat