16 Januari 5 tahun yang lalu..

Sudah Tiga puluh…
Dalam tiga puluh tahun mestinya ada banyak hal yang telah terjadi, dan itu yang selalu mengusik ketenanganku. Apa yang sudah saya lakukan dalam tiga puluh tahun ini? Apa yang sudah kulakukan setelah minus 30 tahun sebelum aku mati? Tidak ada! Apa iya aku tidak melakukan sesuatu, satu saja, sesuatu yang berarti.. berarti untuk kuman, bakteri, virus, jamur dan parasit dalam tubuhku, untuk bumi yang kupijak, untuk tanah air tempat aku dilahirkan, untuk rumah yang kutinggali, untuk udara yang kuhirup, untuk air yang kuminum, untuk guru-guruku, untuk ibu yang melahirkanku, untuk ayah yang mendidikku, untuk seseorang yang telah berkorban untukku hingga batas akhirnya, untuk saudara-saudaraku, untuk ponakan-ponakanku, untuk komunitasku, untuk hidupku, dan yang paling penting untuk matiku? Apakah sudah ada sesuatu yang kulakukan dalam tiga puluh tahun hidupku?  Aku hanya bisa mengatakan bahwa “rasa” yang diberikan-Nya padaku adalah berkah. Dengan rasa aku mencoba memaknai hidup, dengan rasa aku mencoba menuliskan apa-apa yang pernah singgah di perasaanku. Dengan rasa aku mulai melukis lagi. Semoga aku tidak sedang seperti “merasa amat!”.


Tulisan-tulisan ini, entah mau disebut apa, terserah! Aku melihatnya seperti coretan sketsa-sketasku di selembar kertas buram, kali ini tidak dengan sebatang pensil, selembar kertas dan coretan tanganku, tapi dengan huruf dan kata-kata yang sepertinya bakal berbau kesombongan egoku. Tapi aku tidak akan berhenti menulis jikalau ini hanya sebuah pembuktian untuk egoku yang tersinggung karena dalam tiga puluh tahun ini aku tidak melakukan sesuatu apa pun. Seperti potongan-potongan ruang dan waktu yang bisa kusimpan dengan rapi selama tiga puluh tahun ini. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar  egoku tidak mendapat peran di dalamnya. Jika gagal membendungnya maka tulisan ini tidak akan pernah dicetak, tidak akan pernah diperbanyak. Setiap lembar, setiap bit data tentang tulisan ini akan kumusnahkan. Aku menyimpan harapan ada sesuatu yang berguna yang telah aku lakukan dengan ini. Barangkali yang paling pertama merasakan manfaatnya adalah kuman dalam tubuhku, dan warung rokok, jam tidurku berkurang dan komsumsi rokokku meningkat gila! Sebulan berikutnya giliran PLN yang akan mendapat manfaat dari lonjakan pembayaran listrik karena komputerku hanya off selama 2 jam dalam sehari semalam.

Sungguh! Jangan pernah menganggap remeh hidup di dunia! Hidup sama sekali tidak mudah, tapi tidak juga susah-susah amat, karena tidak sampai membuatku ingin membunuh diri sendiri. Capek jalani hidup itu biasa dan manusiawi kok. Minggir sebentar, tarik nafas dalam-dalam, jalan lagi. Life goes on ‘coz time wait for nobody. Dulu, membuat rencana itu salah satu hobby, sewaktu kuliah mata kuliah “Azas Perencanaan” jadi mata kuliah yang terindah di arsitektur, 60 menit sebelum dosennya datang, aku sudah ada di plazgoss ft-unhas (plaza gossip), menunggu dengan harap-harap cemas akankah dia datang hari ini, setiap kuliah berakhir mataku selalu basah oleh air mata, aku terharu, dosenku kok berani bawakan kuliah “Azas Perencanaan” tanpa perencanaan sebelumnya.. Sekarang hidupku bisa dibilang tanpa rencana, tanpa aturan. Muak aku buat perencanaan yang ternyata tidak bisa aku laksanakan. Hidup sudah kepalang basah dijalani dan harus dipertanggungjawabkan saat mati. Aku hanya mau setiap hari-hari yang kujalani berarti, aku upayakan kulalui setiap hariku dengan sebaik mungkin. Moga-moga ini akan terus berproses hingga akhirnya, dengan ijin Allah, setiap jam, setiap menit, setiap detik akan berarti tidak tersia-siakan.
Sekarang...

Wek! :D


Popular posts from this blog

Resensi Buku Suka-Suka: "Picatrix"

Ejapi Tompi Na Doang

Debat